BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak boleh berbau
tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 %.
Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang
baik yaitu stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua
zat yang dalam salep harus halus.( oleh karena itu pada saat pembuatan salep
terkadang mangalami banyak masalah salep yang harus digerus dengan
homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab
oleh kulit.
Dalam praktikum kali kita
akan mengidentifikasi dan menetapkan kadar asam silisilat yang terdapat dalam
sediaan salep. Metode yang digunakan pada prektikum ini yaitu metode volumetri
dan spektrofotometri.
Analisis secara volumetrik adalah analisis kimia
kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan banyaknya volume suatu larutan
yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara
kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya.
Suatu senyawa kimia biasanya di analisis melalui
unsure, ion, radikal, atau gugusnya. Pada analisa senyawa
organik secara volumetri biasanya dibagi berdasarkan
reaksi yang terjadi selama titrasi seperti aside-alkalimetri, pengendapan,
oksidasi-reduksi, dan lain-lain.
Spektrofotometri merupakan metode
spektrofotometri yang didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah
ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa. Senyawa dapat
dianalisis dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada daerah UV
atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV
disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam
daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna
1.2 Maksud Praktikum
Adapun
maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara identifikasi
dan penetapan kadar sediaan salep asam salisilat secara volumetri dan
spektrofotmetri.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun
maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengidentifikasi dan menentukan kadar
sediaan salep asam salisilat secara volumetri dan spektrofotmetri.
BAB
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Analisa
volumetri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif, yang sangat penting
penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan.
Keberhasilan analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang
tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Titik akhir
titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa. Indikator yang
digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di sekitar pH titik
ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih jatuh pada
kisaran perubahan pH indikator tersebut.
(Harjanti, 2008).
Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan
jumlah (kadar) absolute atau relatif dari suatu
elemen atau spesies yang ada di dalam sampel, misalnya terhadap
bahan-bahan atau sediaan yang digunakan di dalam farmasi, obat di dalam
jaringan tubuh, dan sebagainya. Banyak sedikitnya sampel dan jumlah relatif
analit penyusun sampel merupakan karakteristik yang penting dalam suatu metode
analisis kuantitatif. Metode-metode ini dapat digolongkan sebagai makro,
semimikro, dan mikro tergantung pada banyak sedikitnya sampel. Banyak
sedikitnya sampel yang diambil untuk analisis tergantung pada metode analisis
yang akan digunakan. Suatu penentuan konsentrasi sekelumit secara
spektrofotometri memerlukan suatu sampel makro, tetapi bila dilakukan secara
kromatografi, cukup dengan sampel mikro (Gandjar, 2007).
Pada analisis
titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi sempurna dapat
dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator umumnya adalah senyawa
yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan berubah warnanya dengan adanya
perubahan pH. Indikator dapat menanggapi munculnya kelebihan titran dengan
adanya perubahan warna. Indikator berubah warna karena system kromofornya
diubah oleh reaksi asam basa. Metil jingga merupakan senyawa azo yang berbentuk
kristal berwarna kuning kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam
alkohol. Metil jingga sering digunakan sebagai indicator dalam titrasi asam
basa. Metil jingga mempunyai trayek pH 3,1 – 4,4 dan pKa 3,46 , berwarna merah
dalam keadaan asam dan berwarna kuning dalam keadaan basa. Metil jingga
digunakan untuk mentitrasi asam mineral dan basa kuat, menentukan alkalinitas
dari air tetapi tidak dapat digunakan untuk asam organik. Metil jingga
merupakan asam berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan
positif maupun negatif (Suirta, 2010).
Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu yang
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2010).
Hukum
Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum
Lambert-Beer tersebut ada bebeapa pembatasan, yaitu sinar yang digunakan
dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai
penampang luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak
tergantung terhadap yanglain dalam larutan tersebut, dan tidak terjadi fluororesensi
atau fosforinses, serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Analisis kuantiatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan
atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu : (1) analisis zat tunggal atau
analisis satu komponen; (2) analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau
analisis dua komponen; dan (3) analisis kuantitatif campuran tiga macam zat
atau lebih (analisis multi komponen) (Gandjar 2007).
Pada
flouresensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi
sinar terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik).
Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali oleh molekul tersebut
juga berhenti. Flouresensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energy
elektonik singlet dalam suatu molekul. Supaya suatu molekul berflouresensi,
maka molekul tersebut harus menyerap radiasi. Jika konsentrasi senyawa yang
menyerap radiasi tersebut sangat tinggi, maka sinar yang mengenai sampel akan
diabsorbso oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap
oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh (Gandjar, 2007).
Asam salisilat merupakan salah satu bahan
kimia yang cukup penting dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediat
dari pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik (Supardani, 2006).
Golongan analgesik non-narkotik seperti asam asetil
salisilat ternyata memiliki khasiat anti inflamasi sehingga dapat digunakan
untuk mengobati arthitis. Mekanisme Kerja obat ini belum jelas, walaupun
diperkirakan dengan hubungan produksi atau penghantar hormon. Asam salisilat
tersedia di alam dalam bentuk ester pada glikosida dan minyak atsiri. Metil
ester terkandung dalam minyak gandapura dan minyak aromatik tumbuhan lainnya
(Ruddy, 2009).
Asam salisilat memiliki aktivitas keratorik dan
antiseptik lemak jika digunakan secara topikal. Sifatnya yang asam meningkatkan
hidrasi endogen, sehingga keratin terdistribusi di permukaan kulit yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kemampuan absorbsi ke dalam kulit. Selain itu,
penggunaan jangka panjang pada daerah yang sama akan mengiritasi kulit sehingga
menyebabkan dermatitis. Untukmengurangi sifat iritatif pada kulit, dilakukan
usaha mikroenkapsulasi dalam bentuk sistem liposom Liposom tidak menimbulkan
modifikasi kimia bahan obat dan dapat menjerat obat yang bersifat polar maupun
yang bersifat non polar. Asam salisilat bersifat hidrofil, tetapi sukar larut
dalam air. Dilain pihak asam salisilat diharapkan terjerat dalam kompartemen
air, karena asamsalisilat harus dalamkeadaan terlarut. Pelarut guna
meningkatkan kelarutan asam salisilat (Panjaitan, 2008).
2.3 Uraian Bahan
1. Aquadest
(Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama
resmi : AQUA DESTILLATA
Nama
lain : Air suling, Aquadest
RM
/ BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa
Struktur
:
2.
Asam salisilat ( FI III, hal : 56 )
Nama resmi :
ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain :
Asam salisilat
RM/BM :
C7H6O3/138,12
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk
berwarna putih; hamir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan :
larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan ammonium asetat P, dinatrium
hidrogenfosfat P. kalium sitrat P, dan natrium sitrat P.
Struktur :
3.
Asam sulfat (Dirjen
POM 1979 : 58)
Nama resm : ACIDUM SULFURICUM
Sinonim : Asam sulfat
RM/BM :
H2SO4/98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna; jika
ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Struktur :
4. Asam Nitrat (Dirjen POM, 1979 : 650)
Nama Resmi : Acidum Nitricum
Nama Lain : Asam Nitrat
RM / BM : HNO3/63,01
Pemerian
: Cairan jernih, tidak
berwarna, bau khas, rasa asam tajam
Kelarutan
: Dapat bercampur dengan air, etanol dan gliserol
Struktur :
5. Eter
(Ditjen POM, 1979
: 672)
Nama Resmi : AETHER ANASTHETICUS
Nama Lain : Eter anastesi, efoksierana
RM/BM : C4H10O/74,12
Pemerian : Cairan transparan, tidak berwarna, bau khas, rasa manis atau
membakar,sangat mudah terbakar.
Kelarutan : Larut
dalam 10 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P dengan kloroform P,
minyak lemak, dan minyak atsiri.
Struktur : CH3-CH2-O-CH2-CH3
6. Fenol Merah (Dirjen
POM, 1979: 704)
Nama resmI : FENOL
SULFAKTALEIN
Nama lain : 4,4(3
– 2,1- Bensik Satiol 3-1 liter) Difenol
RM/ BM : C6
H14 O3/318,32
Pemerian : serbuk
hablur bermacam-macam warna merah tua sampai merah
Kelarutan : larut dalam air, mudah larut dalam kloroform
eter.
Struktur :
7. FeCl3 (Ditjen
POM, 1979 : 659)
Nama Resmi : FERRI CHLORIDUM
Nama Lain : Besi (III) klorida
Rumus Molekul : FeCl3
Berat Molekul : 162,2
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas berwarna jingga dari garam hidrat yang
telah terpengaruh oleh kelembaban.
Kelarutan : Larut
dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga.
Struktur :
8. KOH - Etanolik
a. KOH
(Dirjen POM, 1979 : 689)
Nama
resmi : KALIUM HIDROKSIDA
Nama
lain : Kalium Hidroksida
RM/BM : KOH/56,11
Kelarutan : Massa
berbentuk batang pellet atau bongkahan putih, sangat mudah meleleh basah.
Pemerian : Larut
dalam 1 bagian air, dalam 3 bagian etanol (95%) P, sangat mudah larut dalam
etanol mutlak P mendidih.
Struktur :
K-OH
b. Etanol
(Dirjen POM : 65)
Nama
resmi : AETHANOLUM
Nama
lain : Alkohol, etanol, ethyl
alkohol
RM/BM : C6H6OH/46,07
Kelarutan : Sangat
mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Pemerian : Cairan
tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas rasa panas,
mudah terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Struktur :
9. Metanol
(dirjen POM, 1979 :706)
Nama
Resmi : METANOLUM
Nama
Lain : Methanol
RM/BM : CH2OH/0,796-0,798
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air
Strukrur
:
10.
Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1979 : 412)
Nama resmi :
NATRII HIDROCIDUM
Nama lain :
Natrium Hidroksida
RM/BM :
Na(OH)/ 40
Pemerian : Bentuk batang massa hablur air keping-keping,
keras dan rapuh dan menunjukkan susunan hablur putih mudah meleleh basa sangat
katalis dan korosif segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan :
sangat mudah larut dalam air
Struktur :
Na – OH
2.3 Prosedur kerja (Anonim, 2016)
a.
Identifikasi
Asam salisilat
Sampel salep sebanyak 1 gram diekstraksi dengan 30
mL petroliem eter lalu dipanaskan dalam penangas air sampai melebur sempurna,
fasa petroleum eter diperoleh dengan cara menuangkan. Selanjutnya diekstraksi dnegan NaOH 3 N sebanyak 3 kali. Fasa NaOH yang diperoleh diasamkan
dengan H2SO4 3 N dikocok kuat-kuat lalu diekstraksi
dengan 20 mL kloroform sebanyak 3 kali dengan 20 mL eter. Fasa eter diuapkan pelarutnya sampai kering.
1. Hasil
ekstraksi ditambah 1,0 mL air, lalu ditambah 1 tetes FeCl3 terjadi
warna biru violet.
2. Hasil
ekstraksi ditambahkan perekasi Folin-Ciaocalteu menghasilkan warna biru.
3. Zat
hasil ekstraksi ditambahkan 0,5 mL asam nitrat pekat dan diuapkan sampai
kering, lalu dilarutkan dalam 5 mL aseton dan 5 mL KOH-etanol 0,1 N terbentuk
warna merah jingga.
4. Zat
hasil ekstraksi ditambahkan aseton lalu ditetesi air dan didiamkan sejenak,
diamati menggunakan mikroskop diperoleh Kristal berbentuk jarum tajam.
5. Tambahkan
asam pada larutan pekat sampel, terbentuk endapan hablur putih asam salisilat
yang melebur pada suhu 158 - 161ºC.
6. Zat
hasil ekstraksi ditambahkan asam sulfat pekat dan methanol dipanaskan, tercium
bau khas metil salisilat (gandapura).
7. Reaksi
tetes zat dengan larutan NBD-klorida menghasilkan warna kuning sitrun.
b. Penetapan Kadar asam salisilat
secara Volumetri
1. Lakukan
penetapan kadar sampel dengan menimbang sediaan salep setara dengan 3 gram asam
salisilat (lakukan ekstraksi seperti pada bagian III A).
2. Ekstrak
kering sampel dilarutkan dalam 15 mL etanol (95%) P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P,
ditambahkan 20 mL aquades.
3. Dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,5 N menggunakan indicator merah fenol P.
4. Setiap
1 mL NaOH 0,5 N setara dengan 69,06 mg C7H6O3
Kadar asam salisilat
c. Penetapan Kadar asam salisilat
secara spektrofotometri
1. Timbang
seksama 100 mg asam salisilat murni,
masukkan ke dalam labu ukur 100 mL encerkan dengan larutan NaOH 0,1 N sampai
batas tanda.
2. Pipet
masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL larutan dan encerkan dalam labu
ukur 50 mL dengan larutan NaOH 0,1 N, maka diperoleh larutan baku dengan
konsentrasi 20, 40, 60, 60, dan 100 ppm.
3. Ambil
larutan 60 ppm dan ukur panjang gelombang maksimum asam salisilat.
4. Ukur
larutan baku point 2 pada panjang gelombang maksimum dan hitung persamaan garis
lurusnya.
5. Timbang
sediaan salep (BS) berupa ekstraksi kering yang setara dengan 60 ppm asam
salisilat setelah dilakukan pengenceran (volume ekstrak, VE) dengan larutan
NaOH 0,1 N dalam labu ukur.
6. Ukur
larutan sampel pada panjang gelombang maksimum dan tentukan nilai absorbansinya
(ulangi perlakuan 6 sebanyak 3 kali).
7. Hitunglah
kadar asam salisilat dalam sediaan salep.
BAB
3 METODE KERJA
3.1 Alat praktikum
Adapun alat yang digunakan
pada percobaan ini adalah buret + statif, corong pisah, Erlenmeyer, gelas ukur,
gelas beker, gelas volum, kertas saring, labu takar, penangas air, pipet tetes,
spektrofotometer dan timbangan analitik.
3.2
Bahan praktikum
Adapun bahan yang digunakan
aseton, bahan obat murni asam salisilat, eter,HNO3 pekat, indikator
merah fenol P, KOH- etanol 0,1 N, Kloroform, larutan H2SO4
3 N, Larutan NaOH 3 N, Larutan baku NaOH 0,5 N, Larutan NaOH 0,1 N, pereaksi
FeCl3, pereaksi folin-ciocalteu, petroleum eter dan methanol.
3.3
Cara Kerja
a. Identifikasi Asam salisilat
- Sampel
salep sebanyak 1 gram diekstraksi dengan 30 mL petroliem eter lalu dipanaskan
dalam penangas air sampai melebur sempurna,
- fasa
petroleum eter diperoleh dengan cara menuangkan.
- Selanjutnya
diekstraksi dengan NaOH 3 N sebanyak 3 kali.
- Fasa
NaOH yang diperoleh diasamkan dengan H2SO4 3 N dikocok
kuat-kuat lalu diekstraksi dengan 20 mL kloroform sebanyak 3 kali dengan 20 mL
eter.
- Fasa
eter diuapkan pelarutnya sampai kering.
1. Hasil
ekstraksi ditambah 1,0 mL air, lalu ditambah 1 tetes FeCl3 terjadi
warna biru violet.
2. Hasil
ekstraksi ditambahkan perekasi Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru.
3. Zat
hasil ekstraksi ditambahkan 0,5 mL asam nitrat pekat dan diuapkan sampai
kering, lalu dilarutkan dalam 5 mL aseton dan 5 mL KOH-etanol 0,1 N terbentuk
warna merah jingga.
b.
Penetapan Kadar asam salisilat secara Volumetri
1. Lakukan
penetapan kadar sampel dengan menimbang sediaan salep setara dengan 3 gram asam
salisilat (lakukan ekstraksi seperti pada bagian III A).
2. Ekstrak
kering sampel dilarutkan dalam 15 mL etanol (95%) P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P,
ditambahkan 20 mL aquades.
3. Dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,5 N menggunakan indicator merah fenol P.
4.
Setiap 1 mL NaOH 0,5 N setara dnegan 69,06 mg C7H6O3
BAB
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Identifikasi
asam salisilat
No.
|
Sampel
|
Pereaksi
|
hasil
|
1
|
Nosib
|
Air + FeCl3
|
-
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
+
|
|
|
Asam sitrat
|
-
|
2
|
Pagoda
|
Air + FeCl3
|
+
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
-
|
3
|
Zolf
|
Air + FeCl3
|
-
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
+
|
b. Analisis
Volumetri
Sampel
|
V NaOH
|
Kadar as. Salisilat
|
Asam salisilat murni
|
2 Ml
|
6,84 %
|
4.2 Pembahasan
Analisis
volumetri merupakan bagian dari kimia analisis kuantitatif, di mana penentuan
zat dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan atau berat zat yang
diketahui konsentrasinya, dibutuhkan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan
larutan zat yang dibutuhkan tadi.
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengidentifikasi dan menentukan kadar sediaan salep
asam salisilat secara volumetri dan spektrofotmetri.
Adapun
cara kerja pada praktikum kali ini yaitu pertama-tama kita mengidentifikasi
sampel salep yang mengandung asam salisilat dengan melakukan beberapa proses
berikut, ditimbang salep asam salisilat sebanyak 3 gram, dilarutkan kedalam
larutan petrolium eter 3 mL, dipanaskan diatas penangas air hingga larut,
dituang kedalam corong pisah, diekstraksi dengan ditambahkan NaOH 20 mL
sebanyak 3 kali dan dihomogenkan, dipisahkan lapisan bagian bawah dan bagian
atas, ditambahakan H2SO4 sebannyak 3 kali sampai terjadi
suasana asam, dimasukan kembali kedalam corong pisah dan ditambahakan eter
sebanak 20 mL, dihomogenkan dan dipisahkan lapidan bagian bawah dan bagian
atas, dimasukan kedalam cawan porselin, diuapkan dengan menggunakan hair dryer
sampai kering dan terbentuk hablur putih,diambil tabung reaksi pertama,
ditambahkan hasil ekstraksi lalu ditambahkan air 1 mL, ditambhakan lagi 1 tete
FeCl3 akan terbentuk warna biru violet, diambil tabung reaksi kedua,
ditambahkan hasil ekstraksi ditambah pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan
warna biru, diambil tabung ke tiga, ditambahkan hasil ekstraksi ditambhakan 0,5
mL asam nitrat pekatdan diuapkan sampai kering, lalu dilarutkan 5 mL aseton dan
5 mL KOH-etanol 0,1 N terbentuk warna merah jingga.
Alasan
penambahan dari Pereaksi H2SO4
digunakan untuk memberikan suasana asam, NaOH 3 N untuk membuat sampel
membentuk 2 basa, Petroleum eter untuk melarutkan sampel, dan eter untuk memisahkan NaOH dan asam salisilat.
Adapun
hasil yang didapatkan adalah yaitu untuk salep nosib setelah ditambahkan
pereaksi FeCl3 hasilnya negatif atau tdk terjadi perubahan warna
menjadi biru dan ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu terjadi perubahan warna
menjadi biru violet. Untuk salep pagoda setelah ditambahkan pereaksi FeCl3
terjadi perubahan warna menjadi biru dan ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
tidak terjadi perubahan warna menjadi biru violet. Untuk salep Zolf setelah
ditambahkan pereaksi FeCl3 tidak terjadi perubahan warna menjadi
biru dan ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu terjadi perubahan warna menjadi
biru violet.
Setelah mengidentifikasi Asam Salisilat kita mengidentifikasi penetapan
kadar asam salisilat secara volumetri dan spektrofotometri dengan proses
sebagai berikut, pada penetapan kadar secara volumetri pertama-tama ditimbang
asam salisilat sebanyak 3 gram dan dilakukan ekstraksi seperti pada bagian A,
dilarutkan ekstrak kering sampel dengan 15 mL etanol (95%) P hangat dan ditambahkan 2 mL aquades, dititrasi dengan larutan
baku NaOH 0,5 N menggunakan indikator merah fenol P, dihitung kadar asam salisilat.
Adapun
hasil yang didapatkan yaitu pada titrasi volume NaOH yaitu sebanyak 2 mL dan
didapatkan kadar asam salisilat sebanyak 6,84%. Hal ini tidak sesuai dengan
Farmakope Indonesia yang menyatakan ahwa asam salisilat mengandung tidak kurang
dari 99,5%
Adapun
faktor kesalahan dari percobaan ini yaitu larutan pereaksi yang kurang, kurangnya
ketelitian dalam pengerjaan, pemipetan pereaksi yang digunakan lebih atau
kurang, penyesuaian warna sampel dengan literatur tidak tepat, alat
yang dibersihkan belum terlalu kering.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada identifikasi
asam salisilat didapatkan hasil yaitu
pada semua sampel mengandung asam salisilat Pada analisis volumetri
didapatkan kadar asam salisilat sebanyak 6,84% Hal ini tidak sesuai dengan
Farmakope Indonesia yang menyatakan ahwa asam salisilat mengandung tidak kurang
dari 99,5 %
1.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum harus
dilakukan dengan hati-hati dan teliti, kelengkapan alat dan bahan harus
diperhatikan karena akan berpengaruh pada hasil yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2016.“Penuntun Praktikum Analisi Farmasi”,
Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Dirjen POM, 1979. Farmakope
Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Gandjar, I.G & Rohman.A.,
2007, “Kimia Farmasi Analisis”,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harjanti, R.S., 2008, “Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma
domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri, Jurnal
Rekayasa Proses”, Vol. 2, No. 2, Yogyakarta.
Khopkar, S. M., 2010, “Konsep Dasar Kimia Analitik”,
Universitas Indonesia Press,Jakarta.
Panjaitan, Elman, 2008, “Karakterisasi Fisik Liposom Asam
Salisilat Menggunakan Mikroskop
Elektron Transmisi”, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 9, No. 3, ISSN : 1411
– 1098, Tanggerang.
Ruddy., 2009, ”Kimia sintesis”,Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Suirta, I W., 2010, “Sintesis Senyawa Orto-Fenizalo-2-Naftol
Sebagai Indikator Dalam Titrasi, Jurnal Kimia”, Vol. 4, Universitas
Udayana.
Supardani.,
2006, “Perancangan Pabrik
Asam Salisilat dari Phenol”, Jurusan
Teknik Kimia, Yogyakarta
LAMPIRAN
1. Perhitungan
Dik :
NaOH 0,5 N
V NaOH =
2 mL
Berat setara = 69,06 mg
Berat sampel = 1003,6 mg (1,0096 gr)
Dit :
% kadar asam salisilat
Penyelesaian :
Kadar
asam salisilat
= 6,84 %
Tidak ada komentar:
Posting Komentar