BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Titrasi iodometri dan
iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan
stoikometri yang sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan
mudah.
Iodimetri adalah jika titrasi
terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung. Dilakukan
percobaan ini untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti
yang kadar terdapat dalam serbuk vitamin C.
Titrasi tidak langsung
iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator berupa garam-garam besi (III)
dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi dahulu dengan KI dan
iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium
tiosulfat baku.
Dalam bidang farmasi metode
ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator misalnya
Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya, sehingga mengetahui kadar
suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai
pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi
(iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat
untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan
iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat
untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi
yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung
secara sempurna
1.2 MAKSUD PRAKTIKUM
Maksud pada praktikum iodometri dan iodimetri yaitu untuk mengetahui dan
memahami cara penetapan kadar suatu senyawa dengan menggunakan metode iodometri
dan iodimetri
1.3 TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan
pada praktikum iodometri dan iodimetri yaitu untuk menetukan kadar dan vitamin
C berdasarkan reaksi oksidasi reduksi berdasarkan metode iodimetri dan
menentukan kadar dari CuSO4 berdasarkan reaksi oksidasi reduksi
berdasarkan metode iodometri.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TEORI UMUM
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan reaksi
oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam analisa titrimetric.ion-ion
dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi yang berbeda- beda,
menghasilkan kemungkinan terjadi banyak reaksi redoks. Dalam banyak prosedur analisis,
analitnya memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehinggaharus dikonversi
menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi (Underwood.2011).
Iodimetri
adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium.
Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi
langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar
Asam Askorbat.Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi
dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan
kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya
pada penetapan kadar Natrium Bisulfit. Iodometri adalah bahan
pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodide (KI) dalam suasana asam, sehingga
Iod yang dibebaskan ( Rahma, GM. 2011)
Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan
untuk menetapkan kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin),
serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksi. (Ibnu Gholib, 2013).
Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik ekuivalennya.
Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2 merupakan
oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping
dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan penyimangan hasil
penetapan. (Mulyono, 2011)
Metode titrasi iodometri langsung
(iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatularutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri)
adalah berkenaandengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia (Bassett, 2010).
Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natriumthiosulfat.
Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutantidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung,
tetapi harus distandarisasidengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat
tidak stabil untuk waktu yang lama (Underwood, 2011)
Istilah oksidasi mengacu
pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan
reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses
oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh
elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami
penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung
bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor
mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2013).
Oksidator lebih jarang
ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan
dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara
titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut
iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut
iodometri (Rivai, 2010).
Warna
larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang
kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan
kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi
lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru
tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap
iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 2011).
Titrasi Iod harus dilakukan dengan lambat agar I2sempurna
bereaksi dengan antalgin, jika titrasi tepat maka I2 tidak bereduksi
sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat, tercapai, dan
hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir ada iodimetri ini dilakukan dengan
menggunakan indikatir kanji oleh amilum yang akan memberikan warna biru pada
saat terjadinya titik akhir titrasinya. (Sudjadi, 2014)
Titrasi redoks adalah titrasi
yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua proses ini selalu terjadi
secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya menggunakan potensiometri untuk
mendeteksi titik akhir. Untuk mengetahui kadar vitamin C metode titrasi redoks
yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium akan
mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir (Gandjar, dkk., 2013).
Asam askorbat terbukti
berkemampuan memerankan fungsi sebagai inhibitor. Kristal asam askorbat ini
memiliki sifat stabil di udara, tetapi cepat teroksidasi dalam larutan dan
dengan perlahan-lahan berdekomposisi menjadi dehydro-ascorbic acid (DAA).
Selanjutnya secara berurutan akan berdekomposisi lagi menjadi beberapa molekul
asam dalam larutan sampai menjadi asam oksalat (oxalic acid) dengan pH di atas
4. Pengaruh perubahan lingkungan asam askorbat tertentu tidak berfungsi sebagai
inhibitor (Tjitro, dkk., 2010).
Vitamin adalah senyawa-senyawa
organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi
esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk
melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.
(Sudarmadji, 2014).
Vitamin dibagi ke dalam dua
golongan. Golongan pertama oleh Kodicek (1971) disebut prakoenzim
(procoenzyme), dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak
beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah tiamin,
riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat,
vitamin B12 (disebut golongan vitamin B) dan vitamin C. Golongan
kedua yang larut dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam
tubuh. Apabila vitamin ini terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh,
dan memberikan gejala penyakit tertentu (hipervitaminosis), yang juga
membahayakan. Kekurangan vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi,
tetapi biasanya gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin
tersebut sudah terpenuhi (Poedjiadi, 2011).
2.2PROSEDUR
KERJA (Anonim.,2015,Buku Praktikum Kimia Analisis,UMI.,Makassar)
1. Iodometri
Di timbang 100 mg asam askorbat, setelah itu dilarutkan menggunakan air
bebas CO2 sebanyak 2 ml. Tambahkan 6 ml asam sulfat 10%, kemudian
larutan di titrasi dengan I 0,1
N menggunakan indikator kanji. Dan titrasi sampai terbentuk warna biru
kekuningan.
2. Iodimetri
Di timbang 50 mg kafein, setelah itu
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Di larutkan dengan 5 ml air dan I 25 ml
asam sulfat 2 N. Tambahkan 10 ml iodo 0,1 N. Tambahkan 5 ml NaCl jenuh. Di
cukupkan volume sebanyak 25 ml, di kocok selama 5 menit. Larutan di saring dan
di titrasi dengan Na2SO3 Natrium tiosulfat 0,1N.
BAB 3 METODE KERJA
3.1 ALAT PRAKTIKUM
Alat yang digunakan pada praktikum
iodometri dan iodimetri yaitu labu ukur, buret, tabung ukur, erlenmeyer, kertas
saring, pipet tetes, pipet volume.
3.2 BAHAN PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum
iodometri dan iodimetri yaitu asam askorbat, air bebas CO2, asam
sulfat, larutan kanji, kafein, NaCl jenuh dan Na2S2O3.
3.3 CARA KERJA
1. Iodometri
a. Timbang 100 mg asam askorbat.
b. Dilarutkan menggunakan air bebas CO2
sebanyak 2 ml.
c. Tambahkan 6 ml asam sulfat 10%.
d. Larutan di titrasi dengan I 0,1 N
menggunakan indikator kanji.
e. Titrasi sampai terbentuk warna biru
kekuningan.
2. Iodimetri
a. Timbang 50 mg kafein, masukkan kedalam
labu ukur.
b. Larutkan dengan 5 ml air dan I 25 ml
asam sulfat 2 N.
c. Tambahkan 10 ml iodo 0,1 N.
d. Tambahkan 5 ml NaCl jenuh.
e. Cukupkan volume sebanyak 25 ml di kocok
selama 5 menit.
f. Larutan di saring dan di titrasi dengan
Na2S2O3 0,1 N.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Tabel hasil pengamatan
No
|
Sampel
|
Berat Sampel
|
Volume Titran
|
1
|
I
|
50,6 gram
|
1,7 ml
|
2
|
II
|
50,6 gram
|
2 ml
|
Perhitungan
% Kadar (l) =
x
100%
=
x
100%
= 15,43%
% Kadar (II) =
x
100%
=
x
100%
= 18,16%
4.2 PEMBAHASAN
Iodometri adalah titrasi redoks yang
melibatkan titrasi iodi yang di produksi dalam reaksi dengan larutan standar
tiosulfat. Pada iodometri menggunakan dua metode yaitu metode secara langsung atau
iodimetri dan metode secara tidak langsung atau iodometri. Dengan cara langsung
atau iodimetri zat pereduksi yang di titrasi langsung oleh iodiums. Iodium yang
terbentuk di titrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Cara ini digunakan
untuk menentukan zat pengosidasi, misalnya penentuan zat oksidasi H2O2
biru ke bening.
Bromometri atau biasa di sebut dengan
bromatometri adalah salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi oksidasi
dari ion bromat. Metode bromometri ini digunakan untuk menetapkan senyawa
organik aromatik seperti fenol, asam salisilat, resorsinol, perak klora fenol
dan lain-lain dengan membentuk subtitusi.
Titik akhir pada titrasi iodometri ialah
apabila warna biru telah hilang, sedangkan pada iodometri bila larutan menjadi
ungu jika kelebihan sedikit iodium.
Prinsip
dari iodi/iodometri adalah reaksi reduksi oksidasi. Reaksi-reaksi yang terjadi
meliputi perubahan bilangan oksidasi atau perpindahan elektron-elektron dari
zat-zat yang bereaksi. Iodimetri adalah penyelidikan untuk mengetahui kadar
suatu zat dengan menggunakan larutan standar iodium, sedangkan iodometri adalah
titrasi terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi kimia.
Pada percobaan ini diperoleh
hasil pada perhitungan persen kadar yaitu 17,701% dengan volume titran 1,7 ml.
Pada saat melakukan titrasi terjadi perubahan warna dari larutan yang berwarna
biru menjadi warna bening.
Pada perhitungan persen
kadar asam karboksilat di peroleh hasil 15,43% dan 18,16%. Sedangkan pada kadar
kristal tembaga (II) sulfat adalah 130,5%. Berdasarkan hasil perhitungan ini
maka dapat di simpulkan bahwa serbuk asam asetat tidak memenuhi syarat kemurnian
sebagai bahan obat, sebagaimana yang tertulis dalam literatur (FIII). Sedangkan
untuk kristal tembaga (II) sulfat juga tidak memenuhi persyaratan kemurnian
sebagaimana yang tertulis dalam Farmakope Indonesia.
Pengukuran kadar vitamin C
(asam askorbat) dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2)
sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi setelah
semua vitamin C bereaksi dengan iodin, maka kelebihan iodin akan di deteksi
oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap. Oksidasi dalam vitamin
C (asam askorbat) akan terbentuk asam dihidroaskorbat yang mempunyai keaktifan
sebagai vitamin C.
Adapun alasan mengapa
indikator kanji harus dalam keadaan segar yaitu karena larutan kanji mudah
terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama
hendaknya di lakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Faktor kesalahan pada titrasi, yaitu
alat yang digunakan kurang steril, kurang ketelitian dalam menimbang sampel, pereaksi
yang digunakan telah terkontaminasi, dan kurangnya ketelitian saat melakukan praktikum.
Kegunaan titrasi iodometri dan iodimetri yaitu
untuk mengetahui mutu dan kualitas dari suatu zat, untuk menetapkan kadar
obat-obatan, dan iodimetri digunakan sebagai pereaksi oksidasi, dan iodometri
digunakan sebagai pereaksi reduksi.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada praktikum iodometri
dan iodimetri yaitu setelah di titrasi dan ditambahkan dengan larutan kanji
warna pada larutan berubah dari warna biru menjadi bening setelah di titrasi.
Pada perhitungan persen kadar di peroleh hasil 17,701%. Hasilnya
tidak sesuai dengan literatur pada farmakope yang menyatakan bahwa kadar dari
asam askorbat tidak kurang dari 99,9%.
5.2 SARAN
Seorang praktikan harus labih teliti dalam
melakukan titrasi pada praktikum iodometri dan iodimetri.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 2010. Buku Ajar
Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gandjar, Ibnu G. dan Abdul Rohman, 2013, Kimia
Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gholib, Ibnu. 2013. Kimia Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Khopkar, S.
M. 2013. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia
Mulyono,
2011, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Poedjiadi,
Anna. 2011. Dasar–Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.
Rahman, Abdul. 2011. “Kromatografi Untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rivai, Harrizul. 2010. Asas
Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Sudjadi.
2014. Kimia Farmasi Analis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 153 -
154
Sudarmaji,
Slamet. Dkk. 2014. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta :Penerbit Liberty.
Tjitro, soejono, Juliana Anggono, Adriana Anteng Anggorowati, dan Gatut Phengkusaksomo, 2010, Studi Prilaku Korosi Tembaga
dengan Variasi Konsentrasi Asam Askorbat (Vitamin C) dalam Lingkungan Air yang Mengandung
Klorida dan Sulfat, Jurnal Teknik Mesin
Underwood,
A.L, Day, R.A. 2011. Analisis Kimia
Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
LAMPIRAN
Skema kerja
1.Iodimetri
Timbang 100 mg asam askorbut
Dilarutkan menggunakan air bebas CO2
sebanyak 2 ml
+ 6 ml asam sulfat 10%
Larutan di titrasi dengan I 0,1 N
menggunakan indikator
Kanji
Titrasi sampai terbentuk warna biru kekuningan
2.Iodometri
Timbang 50 mg kafein
Di masukkan ke dalam labu ukur 25 ml
Di larutkan dengan 5 ml air dan I 25 ml asam sulfat 2 N
+ 10 ml iodo 0,1 N
+ 5 ml NaCl jenuh
Di cukupkan volume sebanyak 25 ml di kocok selama
5 menit
Di saring dan di titrasi dengan Na2S2O3
natrium tiosulfat 0,1 N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar