BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Farmakologi adalah sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk dalam menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yaitu secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan
dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien berdasarkan umur, berat dan status penyakitnya
serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya.
Bentuk sediaan
dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat
oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti
absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat
diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action),
lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat,
respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan
respons tertentu
Obat sebaiknya
dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui rute
tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan diberikan
secara intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan dapat
menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat.
B.
Maksud Percobaan
Adapun maksud pada
praktikum ini yaitu untuk mempelajari
dan mengetahui beberapa parameter farmakokinetik obat paracetamol pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) yang diberikan secara oral.
C.
Tujuan Percobaan
Tujuan pada praktikum
ini yaitu untuk untuk
menentukan dan menghitung parameter farmakokinetik oral dari obat paracetamol pada
hewan coba tikus (Rattus
norvegicus).
D.
Prinsip Percobaan
Adapun prinsip pada
praktikum ini yaitu untuk menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh
(1/2), tetapan laju absorpsi (Ka), Cp maks, T maks, volume distribusi (vd), dan
nilai AUC dengan menggunakan data contoh darah setelah pemberian dari obat
paracetamol terhadap hewan coba tikus (Rattus
norvegicus) pada menit ke 10, 20, 30, 40 dan 50.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori
Rute pemberian obat (
Routes of Administration ) merupakan salah satu faktnr yang mempengaruhi
efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang
berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena
jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang
terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah
obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,
tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, 1989).
Cara atau bentuk sediaan parenteral yaitu (Joenoes, 2002):
a) Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena,
“onset of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk
obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa
infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya (t1/2) pendek).
b) Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan
dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam
minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan
penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang
tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi).
c) Subkutan (SC) (“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi,
determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi
penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan).
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi
kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi
pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat
secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang
bekerja setempat misalnya salep (Anief, 2000).
Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling
umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah. Kerugiannya ialah
banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor
penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989).
Cara
pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur)
dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan,
dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda.
Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri,
intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara
pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui
kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono
dan Soekardjo, B., 1995).
Cara
memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.
Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun
rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau
pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G,
1989).
Resorpinya
di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma-t ½-nya
panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus.
Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing, mengantuk, ataksia
dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain
mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan timbulnya
rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena
kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg,
maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa
200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006).
B.
Uraian Bahan dan Obat
1. Paracetamol (Depkes RI 1979, hal
37)
Nama Resmi
Nama Lain
Berat
Molekul
Pemerian
Rumus
Molekul
Kelarutan
Penyimpanan
Khasiat
Indikasi
Kontra
indikasi
Farmakologi
Efek
samping
Mekanisme
aksi
|
:
: :
:
:
: : : : : : : : |
ACETAMINOPHENUM
Asetaminofen,
paracetamol
151,16
Hablur
atau serbuk hablur putih, tidak berbau: rasa pahit
C8H9NO2
Larut
dalam 27 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian bagian
aseton P, dalam 40 bagian gliserol
Dalam
wadah tertutup baik
Analgetikum,
antipiretikum
Nyeri
ringan sampai dengan sedang dan demam
Hipersensivitas
Memiliki
aktifitas sebagai analgetik dan antipiretik
Efek
samping dalam dosis jarang; kecuali kulit, kelainan darah, pangkreatitis akut
Bekerja
langsung pada system pengaturan panas dihipotalamus dengan menghambat sintesa
prostaglandin disistem saraf pusat
|
C.
Uraian Hewan Coba
1. Tikus putih (Rattus norvegicus)
(Malole,
1989)
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Sub ordo
Familia
Genus
Spesies
|
:
:
: : : : : : |
Animalia
Chordata
Mamalia
Rodentia
Odontoceti
Muridae
Rattus
Rattus Norvegicus
|
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
A.
Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu
kanula tikus, spoit 3mL, gunting.
b. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum
yaitu betadine, sampel darah tikus, dan paracetamol.
B.
Prosedur Kerja
a. Penyiapan hewan coba
1) Dipegang
ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan terpaut pada kawat kasa
kandang.
2) Dipegang
kulit kepala sejajar dengan telinga tikus dengan menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari tangan kiri.
3) Ditukarkan
pegangan ekor dari tangan ke jari kelingking kiri supaya tikus itu dapat
dipegang dengan sempurna.
4) Mencit siap
untuk diberikan perlakuan.
b. Perlakuan hewan coba
Masukkan
obat paracetamol pada tikus dengan rute oral.
c. Cara kerja
1)
Siapkan alat dan bahan.
2) Diambil
darah awal tikus.
3) Diberikan
obat paracetamol secara oral.
4) Di
ambil darah pada menit ke 10,20, 30, 40 dan 50.
5) Di
sentrifuge.
6) Ukur
absorbansi UV-Vis.
7)
Hitung parameternya.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Kurva baku
C
(ppm)
|
Abs
|
10
|
0,049
|
20
|
0,101
|
30
|
0,149
|
40
|
0,185
|
50
|
0,230
|
t
(menit)
|
Abs
|
0
|
0,05
|
10
|
0,097
|
20
|
0,143
|
30
|
0,157
|
40
|
0,118
|
50
|
0,085
|
B.
Pembahasan
Pemberian obat dengan
cara oral dengan menggunakan paracetamol, dilakukan dengan menggunakan spoit 3
mL. Dimana sebelum pemberian obat secara oral terlebih dahulu diambil darah
awal. Setelah itu diberikan air dengan cora oral pada tikus sebelum diberikan
obat paracetamol.
Adapun beberapa
parameter farmakokinetik pemberian obat secara oral yaitu Ka (tetapan laju
absorbsi), Ke (tetapan laju eliminasi), t½ (waktu paruh), Vd (volume
distribusi), AUC (Area di bawah kurva).
Obat yang masuk
dengan cara oral tidak dapat langsung terdistribusi, karena obat akan
dieliminasi terlebih dahulu. Sehingga obat yang terdistribusi di dalam tibuh
hanya sekitar 80% saja. Sehingga obat dengan penggunaan dengan cara oral obat
yang masuk tidak terdistribusi semua.
Pada hasil percobaan
ini maka diperoleh nilai Ke sebesar
0,032 menit-1, nilai t1/2 sebesar 21,656
menit, waktu paruh yang diperoleh tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa, t1/2 untuk paracetamol yaitu 1-2 jam. Nilai Ka sebesar 0,075 jam-1, nlai
tmaks sebesar 19,720 menit,
nilai Vd sebesar 686,559 mL, nilai
cpmaks sebesar 32,033 µg/mL, dan %AUC sebesar 441,1%.
Adapun hasil yang
didapatkan pada percobaan ini yaitu data
yang diperokeh tidak valid karena
seperti yang terdapat pada literatur data valid yaitu ≤20% sedangkan data yang
kami dapatkan yaitu 441,1 %.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
yang diperoleh pada perhitungan maka dapat disimpulkan bahwa nilai %AUC
ekstrapolasi tidak memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai 441,1
% sehingga tidak valid.
B.
Saran
Adapun saran pada
praktikum ini yaitu agar praktikan dapat memahami perhitungan pada pemberian
oral.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief, Moh.,
2000, Ilmu Meracik Obat, Gadjah
Mada University Press, hal.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi,IV,
Depkes RI, Jakarta, hal.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta,hal.
Joenoes, Z. N., 2002, Ars
Prescribendi Jilid 3, Airlangga University Press, Surabaya, hal.
Katzung, Bertram. G., 2001, Farmakologi
Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta
Malole. 1989. Penanganan Hewan –
Hewan Percobaan Dilaboratorium.
Institusi Pertanian Bogor : Bogor
Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga Press,
Surabaya
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2006, Obat-obat Penting, PT Gramedia,
Jakarta
LAMPIRAN
Skema
Kerja
a. Penyiapan hewan coba
Dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan
kaki depan
terpaut pada kawat kasa kandang.
Dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga tikus
dengan
menggunakan
jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri.
Ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari
kelingking
kiri supaya tikus itu dapat dipegang dengan sempurna.
Mencit siap untuk diberikan perlakuan.
b. Cara kerja
Siapkan alat dan bahan.
Diambil darah awal tikus.
Diberikan obat paracetamol
secara oral.
Di ambil darah pada menit ke
10,20, 30, 40 dan 50.
Di sentrifuge.
Ukur absorbansi UV-Vis.
Hitung parameternya.
Perhitungan
parameter farmakokinetik
Data Kurva Baku (dosis obat = 500 mg)
C (ppm)
|
Abs
|
10
|
0,049
|
20
|
0,101
|
30
|
0,149
|
40
|
0,185
|
50
|
0,230
|
Hasil regresi
a = 0,009
b = 0,004
r = 0,998
Data Kurva Sampel
t
(jam)
|
Absorban
|
Cp
(µg/mL)
|
Log
Cp
|
0
|
0,05
|
10,25
|
1,010
|
10
|
0,097
|
22
|
1,342
|
20
|
0,143
|
33,5
|
1,525
|
30
|
0,157
|
37
|
1,568
|
40
|
0,118
|
27,25
|
1,435
|
50
|
0,085
|
19
|
1,278
|
Cp
=
Rumus
yang digunakan untuk mencari nilai Log Cp
Log
cp = nilai cp yang telah dilogkan
Hasil
regresi (3 data terakhir)
Orde
0 (t vs cp) Orde 1 (t vs
logcp)
a
= 63,75 a =
2,007
b
= -0,9 b =
-0,014
r
= -0,998844598 r = -0,98860452
Data
ini mengikuti orde 1
a. Ke =
-b x (2,3) = -(-0,014) x 2,3
= 0,032 menit-1
b. t1/2 = = = 21,656 menit
c.
Ka
t
(jam)
|
Cp
lama (µg/mL)
|
Log
cp baru
|
Cp
baru
|
Cp
diff
|
Log
cp diff
|
0
|
10,25
|
2,007
|
101,624
|
91,374
|
1,960
|
10
|
22
|
1,867
|
73,620
|
51,62
|
1,712
|
20
|
33,5
|
1,727
|
53,333
|
19,833
|
1,297
|
1. Cp lama : Didapatkan dari data awal
2. Log Cp baru : Didapatkan dari
persamaan penururnan rumus
y =
a + b x
Log cp0 = log Cp0 + t
y1 =
2,007 + (-0,014) x 0 = 2,007
µg/mL
y2 =
2,007 + (-0,014) x 10 = 1,867 µg/mL
y3 =
2,007 + (-0,014) x 20 = 1,727 µg/mL
Absorbansi (t vs log Cp diff) Eliminasi (dari regresi orde 1
awal)
a = 1,987 a
= 2,007
b = -0,033 b = -0,014
r = -0,98959045 r = -0,998
Ka =
-b x 2,3
=
-(-0,033) x (2,3)
=
0,075 jam-1
d. tmaks = = =
=
=
19,720 menit
e. Vd =
=
=
=
686,559 mL
Nilai a yang digunakan yaitu diambil dari
nilai a pada regresi awal
f. Cp maks =
[A.e-Ke.tmaks]
– [B.e-ka.tmaks]
=
[101,624.e-0,631] – [97,050.e-1,479]
=
[62,661x 0,532] – [97,050 x 0,227]
=
54,063 – 22,030
=
32,033 µg/mL
g.
AUC
1. =
(tn - tn-1)
Menit 1 dan 2 = (tn - tn-1)
=
(10-0)
=
161,25 µg menit/mL
Menit 2 dan 3 = (tn - tn-1)
= (20-10)
=
277,5 µg menit/mL
Menit 3 dan 4 =
(tn - tn-1)
= (30-20)
=
352,5 µg menit/mL
Menit 4 dan 5 = (tn - tn-1)
= (40 - 30)
= 321,25
µg menit/mL
Menit 5 dan 6 =
(tn – tn-1)
= (50 – 10)
=
231,25 µg menit/mL
∑AUC = 1344 µg menit/mL
2. =
=
= 593,75 µg menit/mL
Nilai Cpn diambil dari data paling
terakhir
3. =
=
=
=
1429,955 µg menit/mL
4. % AUC ekstrapolasi = x 100%
=
=
441,1 %
Data
ini tidak valid karena seperti yang kita ketahui bahwa data yang valid itu ≤
20%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar