BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
praktikum ini kita akan menentukan kadar asam salisilat dengan menggunakan dua
metode yaitu dengan metode volumetri dan metode spektrofotometri.
Adapun
metode volumetri digunakan untuk menentukan kadar sediaan salep secara
kuantitatif sedangkan metode spektrofotometri digunakan untuk menentukan kadar
sediaan salep secara kualitatif.
Pada
praktikum ini juga kita menggunakan tiga prosedur kerja yang digunakan untuk
menuntukan kadar asam salisilat dalam sampel salep yang digunakan.
Adapun
pada prosedur yang pertama kita hanya mengidentifikasi sampel salep, setelah
itu pada prosedur yang ke dua kita akan menentukan kadar asam salisilat pada
sampel salep dengan menggunakan metode volumetri dan pada prosedur yang ke tiga
kita akan menentukan kadar asam salisilat pada sampel salep dengan menggunakan
metode spektrofotometri.
Sehingga
pada praktikum ini kita akan mendapatkan berbagai macam hasil dari beberapa
prosedur yang digunakan untuk menentukan kadar asam salisilat pada sampel salep
yang digunakan.
Pada
praktikum ini kita juga dapat mengetahui berapa kadar asam salisilat yang
terdapat dalam sampel yang kita gunakan. Dengan menggunakan kedua metode ini
yaitu dengan metode volumetri dan spektrofotometri kita akan mendapatkan kadar
asam salisilat yang berbeda pada setiap sampel.
Spektrofotometri
merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada adanya serapan sinar
pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu senyawa.
Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap
pada daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada
daerah UV disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa
dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna
1.2 Maksud Praktikum
Maksud
pada praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel
salep dengan cara volumetri dan spektrofotometri.
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan
pada praktikum ini adalah untuk menentukan kadar asam salisilat pada sampel
salep dengan cara volumetri dan spektrofotometri.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Umum
Analisa volumetri merupakan
salah satu metode analisa kuantitatif, yang sangat penting penggunaannya dalam
menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisa
volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu
menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Titik akhir
titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood,
1983). Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di
sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih
jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut (Harjanti, 2008).
Asam secara umum merupakan senyawa
kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih
kecil dari 7. Dalam defenisi modern, asam adalah suatu sat yang dapat member
proton (ion H+) kepada zat lain yang disebut basa atau dapat
menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan
suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam adalah asam
asetat, asam borat, asam salisilat, asam benzoate dan lain sebagainya
(Widyanto, 2008).
Istilah
"asam" merupakan terjemahan dari istilah yang digunakan untuk hal
yang sama dalam bahasa - bahasa Eropa seperti acid (bahasa Inggris),
zuur (bahasa Belanda), atau Säure (bahasa
Jerman) yang secara harfiah berhubungan dengan rasa masam. Dalam kimia, istilah
asam memiliki arti yang lebih khusus.
Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu definisi Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis (Satyajit ,2009).
1. Arrhenius: Menurut definisi ini, asam adalah suatu zat yang
meningkatkan konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika
dilarutkan dalam air. Definisi yang pertama kali dikemukakan oleh Svante Arrhenius ini membatasi asam dan basa untuk zat-zat yang
dapat larut dalam air.
2. Bronsted-Lowry: Menurut definisi ini, asam adalah pemberi proton
kepada basa. Asam dan basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa
konjugat. Brønsted dan Lowry secara terpisah mengemukakan definisi ini, yang
mencakup zat-zat yang tak larut dalam air (tidak seperti pada definisi
Arrhenius).
3. Lewis: Menurut definisi ini, asam adalah penerima pasangan
elektron dari basa. Definisi yang dikemukakan oleh Gilbert N. Lewis ini
dapat mencakup asam yang tak mengandung hidrogen atau proton yang dapat
dipindahkan, seperti besi(III) klorida. Definisi Lewis dapat pula dijelaskan dengan
teori orbital molekul. Secara umum, suatu asam dapat menerima pasangan
elektron pada orbital kosongnya yang paling rendah (LUMO) dari orbital terisi yang tertinggi (HOMO) dari suatu basa. Jadi, HOMO dari basa dan LUMO dari
asam bergabung membentuk orbital molekul ikatan.
Asam salisilat adalah salah satu obat yang diketahui untuk mengobati
keratonoid dan pengobatan yang baik khusus kondisi kulit, termasuk psoriasis.
Ketika mekanisme kerja keratonoid tidak sepenuhnya dimengerti, diperkirakan
asam salisilat mungkin mengurangi keratonoid – keratonoid dengan baik dengan
perlahan-lahan mengurangi pH pada stratum corneum, efek ini menjadi awal dari
berkurangnya skala dan kelembutan pada daerah yang terkena. Asam salisilat
menjadi pilihan yang aman untuk mengontrol efek psoriatic local pada kehamilan,
bagaimanapun karena resiko yang sangat besar dari sistem penyerapan dan efek
racun, asam salisilat harus dihindarkan dari jangkauan anak – anak (K. Rao,
2010).
Asam salisilat memiliki aktivitas keratorik dan antiseptik lemak jika
digunakan secara topikal. Sifatnya yang asam meningkatkan hidrasi endogen,
sehingga keratin terdistribusi di permukaan kulit yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kemampuan absorbsi ke dalam kulit. Selain itu, penggunaan jangka
panjang pada daerah yang sama akan mengiritasi kulit sehingga menyebabkan
dermatitis. Untuk mengurangi sifat iritatif pada
kulit, dilakukan usaha mikroenkapsulasi dalam bentuk sistem liposom Liposom
tidak menimbulkan modifikasi kimia bahan obat dan dapat menjerat obat yang
bersifat polar maupun yang bersifat non polar. Asam salisilat bersifat
hidrofil, tetapi sukar larut dalam air. Dilain pihak asam salisilat diharapkan
terjerat dalam kompartemen air, karena asamsalisilat harus dalamkeadaan
terlarut. Pelarut guna meningkatkan kelarutan asam salisilat (Panjaitan, 2008).
Asam salisilat merupakan
senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan bakteriostatis lemah. Asam
salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam sediaan obat luar
terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat bersifat sukar larut dalam
air. Apabila asam salisilat diformulasikan sebagai sediaan topical (Astuti dkk,
2007).
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan basa adalah zat yang dalam air
melepaskan ion OH–. Lewis mendefinisikan
: Asam adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai penerima pasangan elektron.
Basa adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai pemberi pasangan elektron.
Menurut Bronsted dan Lowry, asam adalah spesi yang memberi proton, sedangkan
basa adalah spesi yang menerima proton pada suatu reaksi pemindahan proton
(Arian, 2012).
2.2 Uraian Bahan
1. Asam Sulfat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
Nama lain
RM/BM
Kandungan
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
Kegunaan
|
:
:
: :
:
:
: : |
ACIDIUM SULFURICUM
Asam sulfat
H2SO4 /
98,07
Tidak
kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 98.0% H2SO4
Cairan kental
seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika
ditambahkan air menimbulkan
panas.
Larut dalam air dan etanol.
Dalam wadah tertutup rapat
Sebagai pereaksi
|
2. FeCl3 (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
Nama lain
RM/BM
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
|
:
: : :
:
: |
FERRI CHLORIDUM
Besi (III) klorida
FeCl3 /162,2
Hablur atau serbuk hablur, hitam
kehijauan, bebas berwarna jingga dari
garam hidrat yang telah terpengaruh oleh kelembaban.
Larut dalam air, larutan
beropalesensi berwarna jingga.
Wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya.
|
3. HNO3
(Ditjen
POM, 1979)
Nama
lain
BM
/ RM
Pemerian
Kelarutan
Kegunaan
Penyimpanan
|
:
: : : : : |
Asam
nitrat
162,2
/ FeCl3
Cairan
berasap, jernih, tdak berwarna
Larut
dalam air, larutan beropalesensi.
Sebagai
pereaksi
Dalam
wadah tertutup rapat
|
4. Aquadest
(Ditjen POM, 1979)
Nama
Resmi
Nama
Lain
RM/BM
Pemerian
Penyimpanan
|
:
: : :
:
|
Aqua
destillata
Air
suling
H2O/18,02.
Cairan
jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa
Dalam
wadah tertutup baik
|
5. Merah Fenol (Ditjen POM,1979)
Nama
resmi
Nama
lain
Rumus
Molekul
Kegunaan
|
:
: : : |
Fenolsulfonftalein
Merah
fenol
C
Sebagai
indikator
|
6. Kloroform
(Ditjen POM, 1995)
Nama Resmi
Nama Lain
RM/BM
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
|
:
: : :
:
:
|
CHLOROFORMUM
Kloroform
CHCl3 119,38
Cairan, mudah menguap;tidak berwarna,
bau khas; rasa manis dan membakar.
Larut dalam lebih kurang
200 bagian air;
mudah larut dalam etanol
mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organic, dalam minyak
atsiri dan dalam minyak lemak.
Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari cahaya.
|
2.3 Prosedur Kerja
A.
Identifikasi asam salisilat
Sampel salep sebanyak 1gr di ekstraksi dengan
30ml petrolium eter lalu di panaskan dalam penangas air sampai melebur
sempurna. Fase petrolium eter diperoleh dengan cara menuangkan. Selanjutnya di
ekstraksi dengan NaOH 3N sebanyak 3 kali. Fase NaOH yang diperoleh di asamkan
dengan H2SO4 3N di kocok kuat-kuat lalu di ekstraksi
sebanyak 3 kali dengan 20ml eter. Terakhir di ekstraksi dengan 20ml kloroform.
Fase eter di uapkan pelarutnya sampai kering.
Identifikasi
:
1) Hasil
ekstraksi di tambah 1,0ml air, lalu di tambah 1 tetes FeCl3, terjadi
warna biru violet.
2) Hasil
ekstraksi di tambah pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru.
3) Zat
hasil ekstraksi di tambahkan 0,5ml asam nitrat pekat dan di uapkan sampai
kering, lalu di larut dalam 5ml aseton dan 5ml KOH-etanol 0,1N, terbentuk warna
merah jingga.
4) Zat
hasil ekstraksi di tambahkan aseton lalu di tetesi air dan di diamkan sejenak,
diamati menggunakan mikroskop diperoleh kristal berbentuk jarum tajam.
5) Tambahkan
asam pada larutan pekat sampel, terbentuk endapan hablur putih asam salisilat
yang melebur pada suhu 158-1610C.
6) Zat
hasil ekstraksi ditambahkan asam sulfat pekat dan metanol, dipanaskan, tercium
bau khas metil salisilat (gandapura).
7) Reaksi
tetes zat denga larutan NBD-klorida menghasilkan warna kuning sitrum.
B.
Penetapan kadar asam salisilat secara volumetri
Pertama-tama lakukan penetapan kadar sampel
dengan menimbang sediaan salep setara dengan 3 gram asam salisilat (lakukan
ekstraksi seperti pada bagian IIIA).
Ekstraksi kering sampel dilarutkan dalam 15ml
etanol (95%) P hangat yang telah di netralkan terhadap larutan merah fenol P,
tambahkan 20ml aquadest. Titrasi larutan baku NaOH 0,5N menggunakan indikator
merah fenol P. Setiap 1ml NaOH 0,5N setara dengan 69,06mg C7H6O3.
C.
Penetapan kadar asam salisilat secara spektrofotometri
Pertama-tama timbang seksama 100,0mg asam
salisilat murni, masukkan dalam labu ukur 100ml encerkan dengan larutan NaOH
0,1N sampai tanda. Setelah itu masukkan masing-masing pipet 1ml, 2ml, 3ml, 4ml
dan 5ml larutan dan di encerkan dalam labu ukur 50ml dengan larutan NaOH 0,1N,
maka diperoleh larutan baku dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.
Ambil larutan 60 ppm dan ukur panjang gelombang maksimum asam salisilat.
Kemudian ukur larutan baku pada NaOH pada panjang gelombang maksimum dan hitung
persamaan garis lurusnya. Timbang sediaan salep (BS) berupa ekstraksi kering
yang setara dengan 60 ppm asam salisilat setelah dilakukan pengenceran (Volume
Ekstrak, VE) dengan larutan NaOH 0,1N dalam labu ukur. Kemudian ukur larutan
sampel pada panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansinya(ulangi perlakuan
ini sebanyak 3 kali). Dan hitunglah kadar asam salisilatdalam sediaan salep.
BAB 3 METODE KERJA
3.1
Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum
ini yaitu erlenmeyer, corong pisah, buret, statif, gelas ukur, gelas beker,
pipet volume, pipet tetes, labu takar, penangas air, spektrofotometer, kertas
saring, dan timbangan analitik.
3.2
Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada saat
praktikum yaitu sediaan salep asam salisilat, bahan obat murni asam salisilat,
larutan H2SO4 3N, larutan NaOH 3N, pereaksi FeCl3,
pereaksi folin-clocalteu, aseton, HNO3 pekat, KOH-etanol 0,1N,
petrolium eter, larutan baku NaOH 0,5N, larutan NaOH 0,1N, eter, kloroform,
indikasi merah fenol P dan metanol.
3.3
Cara Kerja
a.
Identifikasi asam salisilat
- Diestraksi
salep pagoda sebanyak 1,0096 gram menggunakan 30 mL petroleum eter
- Dipanaskan
dalam penangas air sampai melebur sempurna
- Diperoleh
fase petroleum dengan cara menuangkan
- Diekstraksi
dengan 5 mL NaOH 3 N sebanyak 3 kali
- Diperoleh
fasa NaOH dan diasamkan menggunakan 5 mL H2SO4 3 N
dikocok kuat lalu diekstraksi sebanyak 3 kali dengan 20 mL eter
- Diuapkan
pelarut fasa eter sampai kering
1) Hasil
ekstraksi ditambahkan 1,0 mL air, lalu ditambah 1 tetes FeCl3
terjadi warna biru violet
2) Hasil
ekstraksi ditambahn pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru
b.
Penetapan kadar asam
salisilat secara volumetric
- Dilakukan
penetapan kadar sampel dengan menimbang sediaan salep setara 3 gram asam
salisilat (lakukan ekstaksi)
- Dilarutkan
ekstrak kering sampel dalam 15 mL etanol (95%) P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, ditambakan 20 mL aquades
- Dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,5 N menggunakan indicator merah fenol P
- Disetiap
1 mL NaOH 0,5 N setara dengan 69,08 mg C7H6O3
c. Penetapan
kadar asam salisilat secara spektrofotometer
- Ditimbang
seksama 100,0 mg asam salisilat murni, masukkan dalam labu ukur 100 mL encerkan
dengan larutan NaOH 0,1 N sampai tanda
- Dipipet
masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL larutan diencerkan dalam labu
ukur 50 mL dengan larutan NaOH 0,1 N, akan diperoleh larutan baku dengan
konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm.
- Diambil
larutan 600 ppm dan ukur panjang gelombang maksimum asam salisilat
- Diukur
tiap larutan baku pada panjang gelombang
maksimum dan hitung persamaan garis lurusnya
- Ditimbang
sediaan salep (BS) berupa ekstraksi kering setara dengan nilai 600 ppm asam
salisilat setelah diencerkan dengan larutan NaOH 0,1 N dalam labu ukur
- Diukur
larutan sampel pada panjang gelombang maksimum dan tentukan nilai absorbansinya
- Hitunglah
kadar asam salisilat dalam sediaan salep.
BAB
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
a. Identifikasi
asam salisilat
No.
|
Sampel
|
Pereaksi
|
Hasil
|
1
|
Nosib
|
Air + FeCl3
|
-
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
+
|
|
|
Asam sitrat
|
-
|
2
|
Pagoda
|
Air + FeCl3
|
+
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
-
|
3
|
Zolf
|
Air + FeCl3
|
-
|
|
|
Folin-Ciaocalteu
|
+
|
b. Analisis
Volumetri
Sampel
|
V NaOH
|
Kadar as. Salisilat
|
Asam salisilat murni
|
2 mL
|
6,84 %
|
c. Analisi
spektrofotometri
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
200 ppm
|
-0,003
|
400 ppm
|
0,002
|
600 ppm
|
0,017
|
800 ppm
|
0,003
|
1000 ppm
|
0,009
|
4.2
Pembahasan
Salep
adalah suatu sedian semi padat yang mudah di oleskan di kulit dan digunakan
sebagai obat luar. Salep juga biasa digunakan berbagai macam penyakit kulit.
Adapun
maksud pada praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar asam salisilat pada
sampel salep dengan cara volumetri dan spektrofotometri.
Tujuan
pada praktikum ini adalah untuk menentukan kadar asam salisilat pada sampel
salep dengan cara volumetri dan spektrofotometri.
Spektrofotometer
adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk.
Untuk mengidetifikasi asam salisilat yang
terdapat dalam suatu sampel yaitu dengan 1 gram sampel diekstraksi dengan
petrolium eter lalu dipanaskan dengan penangas air sampai melebur
sempurna.Kemudian diekstarksi dengan NaoH 3 N sebanyak 3 kali,alasan penambahan
yaitu untuk memisahkan petrolium eter dengan asam salisilat agar asam salisilat
yang didapatkan tidakk ada campuran petrolim eter didalamnya. Kemudian fasa
NaoH di asamkan dengan asm sulfat pekat agar basa salisilatt menjadi asam
salisilat murni. Terakhir diekstraksi dengan 20 mL eter,karena asam salisilat
larut dalam eter kemudian fase eter diupkan hingga kering agar mendapatkan asam
salisilat murni.
Hasil ekstraksi kemudian ditambahkan
aquadest,lalu ditambahkan 1 tetes FeCl3, maka akan terjadi perubahan warna
menjadi biru violet yang menandakan adanya asam salisilat. Untuk membukitikan
bahwa sampel benar-benar mengandung asam salisilat, hasil ekstraksi
diitambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu maka akan menghasilkan warna biru.
Untuk
penetapan kadar,asam salisilat ditimbang 3 gram sampel asam salisilat lalu dilarutkan
dalam 15 mL etanol (95%) yang telah dlinetralkan dalam larutan merah fenol dal
ditambahkan 20 mL aquades.Kemudian dititrasi dengan larutan baku NaoH 0,5 N
menggunakan indikator merah fenol.Setelah itu dihitung kadarnya dan didapatkan
kadar asam salisilat dalam sampel yaitu 6,84%. Hal ini tidak sesuai dengan
Farmakope Indonesia yang menyatakan ahwa asam salisilat mengandung tidak kurang
dari 99,5%
NaOH
disini adalah sebagai zat penunjuk yang dapat membedakan larutan asam atau basa
sedangkan . Alasan penambahan dari Pereaksi H2SO4 digunakan untuk
memberikan suasana asam, NaOH 3 N untuk membuat sampel membentuk 2 basa,
Petroleum eter untuk melarutkan sampel, dan eter untuk memisahkan NaOH dan asam salisilat.
BAB
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa dalam sampel mengandung asam salisilat ditandai dengan adanya
perubahan warna yang terjadi setelah penambahan pereaksi. Untuk penetapan kadar
didapatkan hasil perhitungan kadar yaitu 6,84 %.
5.2
Saran
Adapun saran pada praktikum ini yaitu alat
laboratorium sebaiknya di lengkapi atau diperbaiki karena banyak alat yang
tidak berfungsi dengan baik pada saat praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Arian, I W., 2012, Sintesis Senyawa
Orto-Fenizalo-2-Naftol Sebagai Indikator Dalam Titrasi, Jurnal Kimia, Vol. 4, Universitas Udayana.
Astuti, Y.S., dkk, 2007, Pengaruh Konsentrasi Adaps Lanae
Dalam Dasar Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat, Pharmacy, Vol. 05, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Dirjen POM, 1979, Farmakope
Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM, 1995, Farmakope
Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Harjanti, R.S., Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma
domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri, Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 2, No. 2,
Yogyakarta.
K. Rao, Purushotham, Khaliq K.,
Kharat S. S., Sagare P., dan Patil S. K., 2010, “Preparation And Evaluation O/W Cream For Skin Psoriasis”, International
Journal of Pharma and Bio Sciences,
Vol. 1, No. 3, ISSN : 0975 –
6299, India.
Panjaitan, Elman, 2008, “Karakterisasi Fisik Liposom Asam Salisilat Menggunakan Mikroskop Elektron
Transmisi”, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 9, No. 3, ISSN :
1411 – 1098, Tanggerang.
Satyajit Sarker D ,2009 .Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi .Pustaka
Pelajar; Yogyakarta
Widyanto. 2008.
Chemistry Education. Pocket Kimia;
Jakarta
LAMPIRAN
Skema Kerja
A.
Identifikasi asam salisilat
Sampel salep sebanyak 1gr di
ekstraksi dengan 30ml petrolium eter lalu di panaskan dalam penangas air sampai
melebur sempurna.
Fase petrolium eter
diperoleh dengan cara menuangkan. Selanjutnya di ekstraksi dengan NaOH 3N
sebanyak 3 kali.
Fase NaOH yang diperoleh di
asamkan dengan H2SO4 3N di kocok kuat-kuat lalu di
ekstraksi sebanyak 3 kali dengan 20ml eter.
Terakhir di ekstraksi dengan
20ml kloroform.
Fase
eter di uapkan pelarutnya sampai kering.
Identifikasi :
Hasil ekstraksi di tambah
1,0ml air, lalu di tambah 1 tetes FeCl3, terjadi warna biru violet.
Hasil ekstraksi di tambah pereaksi
Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru.
Zat hasil ekstraksi di
tambahkan 0,5ml asam nitrat pekat dan di uapkan sampai kering, lalu di larut dalam
5ml aseton dan 5ml KOH-etanol 0,1N, terbentuk warna merah jingga.
Zat hasil ekstraksi di
tambahkan aseton lalu di tetesi air dan di diamkan sejenak, diamati menggunakan
mikroskop diperoleh kristal berbentuk jarum tajam.
Tambahkan asam pada larutan pekat
sampel, terbentuk endapan hablur putih asam salisilat yang melebur pada suhu
158-1610C.
Zat hasil ekstraksi
ditambahkan asam sulfat pekat dan metanol, dipanaskan, tercium bau khas metil
salisilat (gandapura).
Reaksi tetes zat denga larutan NBD-klorida
menghasilkan warna kuning sitrum.
B. Penetapan kadar asam salisilat secara
volumetri
Pertama-tama lakukan
penetapan kadar sampel dengan
menimbang sediaan salep
setara dengan 3 gram asam
salisilat (lakukan ekstraksi
seperti pada bagian IIIA).
Ekstraksi kering sampel
dilarutkan dalam 15ml etanol (95%) P
hangat yang telah di
netralkan terhadap larutan merah fenol P,
tambahkan 20ml aquadest.
Titrasi larutan baku NaOH
0,5N menggunakan indikator
merah fenol P.
Setiap 1ml NaOH 0,5N setara dengan
69,06mg C7H6O3.
C. Penetapan kadar asam salisilat secara
spektrofotometri
Pertama-tama timbang seksama
100,0mg asam salisilat murni,
masukkan dalam labu ukur
100ml encerkan dengan larutan
NaOH 0,1N sampai tanda.
Setelah itu masukkan
masing-masing pipet 1ml, 2ml, 3ml, 4ml
dan 5ml larutan dan di
encerkan dalam labu ukur 50ml
dengan larutan NaOH 0,1N, maka diperoleh
larutan
baku dengan konsentrasi 20,
40, 60, 80 dan 100 ppm.
Ambil larutan 60 ppm dan
ukur panjang gelombang
maksimum asam salisilat.
Kemudian ukur larutan baku
pada NaOH pada panjang
gelombang maksimum dan
hitung persamaan garis lurusnya.
Timbang sediaan salep (BS)
berupa ekstraksi kering yang
setara dengan 60 ppm asam
salisilat setelah dilakukan
pengenceran (Volume Ekstrak, VE) dengan
larutan NaOH
0,1N dalam labu ukur.
Kemudian ukur larutan sampel
pada panjang gelombang
maksimum dan nilai
absorbansinya(ulangi perlakuan ini
sebanyak 3 kali).
Dan hitunglah kadar asam
salisilatdalam sediaan salep.
LAMPIRAN GAMBAR
Fase
eter setelah di uapkan.
Petrolium
eter di penangas air.
Pada
saat di titrasi .
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Dik :
NaOH 0,5 N
V
NaOH =
2 mL
Berat
setara = 69,06 mg
Berat
sampel = 1003,6 mg (1,0096 gr)
Dit :
%
kadar asam salisilat
Penyelesaian
:
Kadar
asam salisilat
= 6,84 %
Tidak ada komentar:
Posting Komentar