Rabu, 01 Agustus 2018

laporan salep (anfar)



BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari kita sering sediaan salep sudah tidak asing lagi.  Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit.
Pembuatan sediaan setengah padat atau salep sangat penting diketahui untuk dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian khususnya di apotik, puskesmas maupun rumah sakit.
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik.
Analisis secara volumetri adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya.
1.2 Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami dan mengetahui cara identifikasi dan penetapan kadar sediaan salep asam salisilat  secara volumetri dan spektrofometri.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui identifikasi asam salisilat, penetapan kadar asam salisilat secara volumetric dan penetapan kadar asam salisilat secara spektrofotometri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Salep adalah sedian setengan padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat Luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen kedalam dasar salep yang cocok (FI III).
Salep adalah sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lendir . salep tidak booleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras narkotika adalah 10 % (FI IV).

2.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi                 :   AQUA DESTILLATA
Nama Lain                     :   Air suling
RM/BM                           :   H2O/18,02.
Pemerian                       :    Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;      tidak mempunyai rasa
Penyimpanan               :   Dalam wadah tertutup baik
2. Natrium Hidroksida  (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi                        :  Natrii Hydroxidum
Nama lain                           :   Natrium Hidroksida
Rumus molekul/BM          :  NaOH/40,00
Pemerian                            : Putih atau praktis putih, massa hablur berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur

3. Merah Fenol (Ditjen POM,1979)
Nama resmi               :     Fenolsulfonftalein
Nama lain                  :     Merah fenol
Rumus Molekul         :     C
Kegunaan                  :     Sebagai indikator
4. FeCl3 (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi              :     Besi (III) Klorida
Nama Lain                  :     Besi (III) Klorida
RM/BM                        :     FeCl3
Pemerian                    :     Hablur  atau serbuk hablur; kehijauan
                                            Bebas warna   jingga dari garam hidrat yang telah terpengaruh oleh kelembapan.
Kelarutan                    :     larut dalam air, larutan berpolesensi berwarna jingga
5. Asam Sulfat (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi              :          ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain                  :          Asam sulfat
RM/BM                        :          H2SO4/98,07
Pemerian                    :          Cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan korosif
Kelarutan                  :          Bercampur dengan air dan etanol dengan menimmbulkan panas
Penyimpanan            :          Dalam wadah tertutup rapat

6. Kloroform  (Ditjen POM, 1995)
Nama Resmi                 :       CHLOROFORMUM
Nama Lain                    :       Kloroform
RM/BM                           :       CHCl3 119,38
Pemerian                       :       Cairan, mudah menguap;tidak berwarna
                                                Bau khas; rasa manis dan membakar.
Kelarutan                      :       Larut dalam lebih kurang 200 bagian air;
Mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organic, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan               :       dalam wadah tertutup baik   bersumbat
                                                     Kaca, terlindung dari cahaya.
2.3 Prosedur kerja (Anonim, 2016)
1. Identifikasi Asam Salisilat
Sampel salep sebanyak 1 gram diekstraksi dengan 30 mL petroleum eter lalu dipanaskan dalam penangas air sampai melebur sempurna. Fasa petroleum eter diperoleh dengan cara menuangkan. Selanjutnya di ekatraksi dengan NaOH 3 N sebanyak 3 kali. Fasa NaOH yang diperoleh diasamkan dengan H2SO4 N dikocok kuat-kuat lalu diekstraksi sebanyak 3 kali dengan 20 mL eter. Terakhir diekstraksi dengan 20 mL kloroform. Fasa eter diuapkan pelarutnya sampai kering.
2. Penetapan Kadar Asam Salisilat secara Volumetri
               Lakukan penetapan kadar sampel dengan menimbang sediaan salep setara dengan 3 gram asam salisilat. Ekstrak kering sampel dilarutkan dalam 15 mL etanol (95%) P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, tambahkan 20 Ml aquades. Titrasi dengan larutan baku NaOH 0,5 N menggunakan indikator merah fenol P. Setiap 1 mL NaOH 0,5 setara dengan 69,06 mg C7H6O3

3.    Penetapan Kadar Asam Salisilat secara Spektrofotometri
                  Timbang seksama 100,0 mg asam salisilat murni, masukkan dalam labu ukur 100 mL encerkan dengan larutan NaOH 0,1 N sampai tanda. Pipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL larutan dan encerkan dalam labu ukur 50 mL dengan larutan NaOH 0,1 N, maka diperoleh larutan baku dengan konsetrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm. Ambil larutan 60 ppm dan ukur panjang gelombang maksimum asam salisilat. Ukur larutan baku point (2) pada panjang gelombang maksimum dan hitung persamaan garis lurusnya. Timbang sediaan salep (BS) berupa ekstraksi kering yang setara dengan 60 ppm asam salisilat setelah dilakukan pengenceran (volume ekstrak VE) dengan larutan NaOH 0,1 N dalam labu ukur. Ukur larutan sampel pada panjang gelombang maksimum dan tentukan nilai absorbansinya (ulangi perlakuan 6, sebanyak 3 kali). Hitunglah kadar asam salisilat dalam sediaan salep.









BAB III METODE KERJA
3.1   Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah buret, corong pisah, Erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, kertas saring, labu takar, penangas air, pipet tetes, pipet volum, spektrofotometer, timbangan analitik.
3.2   Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sediaan salep asam salisilat, bahan obat murni asam salisilat, larutan H2SO4 3 N, larutan NaOH 3 N, pereaksi FeCl3, pereaksi Folin-Ciocalteu, aseton, HNO3 pekat, KOH-etanol 0,1 N, petroleum eter, larutan baku NaOH 0,5 N, larutan NaOH 0,1 N, eter Kloroform, indicator merah fenol P, metanol
3.3 Cara kerja
1. Identifikasi Asam Salisilat
-        disiapkan sampel salep sebanyak 1 gram diekstraksi dengan 30 mL petroleum eter
-        dipanaskan dalam penangas air sampai melebur sempurna.
-        di ekstraksi dengan NaOH 3 N sebanyak 3 kali.
-        Fasa NaOH yang diperoleh diasamkan dengan H2SO4 N
-        dikocok kuat-kuat lalu diekstraksi sebanyak 3 kali dengan 20 mL eter.
-        diekstraksi dengan 20 mL kloroform. Fasa eter diuapkan pelarutnya sampai kering.
2. Penetapan kadar asam salisilat secara Volumetri
-        Disiapkan sediaan salep yang setara dengan 3 gram asam salisilat.
-        diekstraksi kering sampel dilarutkan dalam 15 mL etanol (95%) P hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P
-        ditambahkan 20 ml aquades.
-        dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,5 N menggunakan indikator merah fenol P. Setiap 1 mL NaOH 0,5 setara dengan 69,06 mg C7H6O3
3. Penetapan Kadar Asam Salisilat secara Spektrofotometri
           -        Timbang seksama 100,0 mg asam salisilat murni
-        dimasukkan dalam labu ukur 100 mL encerkan dengan larutan NaOH 0,1 N sampai tanda.
-      dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL larutan dan encerkan dalam labu ukur 50 mL dengan larutan NaOH 0,1 N,
-        diperoleh larutan baku dengan konsetrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm.
-      diambil larutan 60 ppm dan ukur panjang gelombang maksimum asam salisilat.
-        diukur larutan baku point (2) pada panjang gelombang maksimum
-        hitung persamaan garis lurusnya.
-        ditimbang sediaan salep (BS) berupa ekstraksi kering yang setara dengan 60 ppm asam salisilat
-        dilakukan pengenceran (volume ekstrak VE) dengan larutan NaOH 0,1 N dalam labu ukur.
-        diukur larutan sampel pada panjang gelombang maksimum
-        ditentukan nilai absorbansinya (ulangi perlakuan 6, sebanyak 3 kali).
-        Hitunglah kadar asam salisilat dalam sediaan salep.


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
1. Analisis kuantitatif
No
Sampel
Pereaksi
Hasil
1
Nosib
FeCl3
Folin
Asam sulfat
-

+
-
2
Pagoda
FeCl3
Folin
-

+
3
Zalf
FeCl3
Folin
-

+

            Perhitungan :
Diketahui:
NaOH                         : 0,5 N
Volume hasil                        : 2 mL
Berat setara               : 69,06 mg
Berat sampel             : 1009,6 mg
Dit: % kadar Asam salisilat ?
Penye:
 x 100

 x 100
                                                = 6,84


4.2 Pembahasan
          Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian kalibrasi spektrofotometer yaitu meliputi kalibrasi skala absorbansi, penentuan resolusi (daya pisah) spektrofotometer dan penentuan daya sesatan sinar, dan penentuan bobot konstan bahan obat. Pada penentuan resolusi (daya pisah), dibuat larutan toluen 0,02% b/v dalam heksan. Setelah itu diukur nilai absorbansi larutan toluen 0,02% b/v dalam heksan pada panjang gelombang 269 nm dan 266 nm. Dibanding rasio absorbansi antara panjang gelombang 269 nm terhadap panjang gelombang 266 nm. Pada penentuan resolusi digunakan heksan sebagai blanko dan larutan toluen 0,02% sebagai sampel. Digunakan larutan blanko agar supaya pada pembacaan panjang gelombang dispektro panjang gelombang heksan tidak terbaca melainkan panjang gelombang dari toluen 0,02%.
Pada praktikum kali ini diperoleh hasil kalibrasi skala absorbansi nilai  pada panjang gelombang 235 nm yaitu 137,84,pada 257 nm nilainya 161,538, pada 313 nm nilainya yaitu 51,538 dan pada 350 nm nilainya 120,15. Jika nilai ini dibandingkan denan rentang nilai yang seharusnya diperoleh maka semua nilai tersebut tidak sesuai yang berarti bahwa spektro tersebut tidak bisa digunakan dan harus diperbaiki  atau mungkin dari hasil pembuatan sampel yang tidak sesuai. Untuk penetapan resolusi diperoleh nilai absorban pada panjang terhadap ƛ 266 nm harus ≤ 1,5 maka nilai tersebut tidak masuk dalam persyaratan. Untuk penentuan sesatan sinar, diperoleh absorban1,872 pada panjang gelombang 200 nm nilai tersebut dibawah range ≤ 2,00 sehingga terjadi kesalahan pada sampel atau pada alat yang digunakan (terjadi sesatan sinar). Dan pada penentuan bobot konstan bahan obat diperoleh hasil penimbangan pertama 0,0173 gr dan penimbangan 0,0135 gr data tersebut telah sesuai denan persyaratan bahwa setelah dilakukan 2 kali penimbangan berturut-turut dan berbeda ≠˃ 0,5 gr maka bahan dinyatakan telah mencapai.
          Tujuan utama dari kalibrasi adalah mengurangi kesalahan dalam pengukuran. Pengkalibrasian dapat dilakukan dengan cara membandingkan dua data dengan menggunakan alat ukur yang berbeda. Pada percobaan tentang kalibrasi, alat ukur yang digunakan untuk membandingkan data adalah spektrofotometer UV-Vis.
Adapaun faktor kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini adalah kurangnya ketelitian pada saat pembuatan pereaksi dan mengukur konsentrasi.



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
                 Dari hasil praktikum penentuan skala absorbansi spektrofotometer skala panjang gelombang, adanya sesatan sinar, dan terjadi resolusi yang tidak sesuai dengan persyaratan karena adanya ketidaktelitian praktikan dalam menggunakan spektrofotometer dan dalam menggunakan konsntrasi yang tidak sesuai.
5.2 Saran
Sebaiknya kakak asisten lebih mendampingi pada saat praktikum dimulai hingga selesai serta menjelaskan cara pengerjaan dengan baik.















DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2016, Penuntun Praktikum Analisis Instrumen, Universitas Muslim Indonesia, Makassar
Ahmad, Hiskia, 2007, Kimia Larutan, PT. Citra aditia bakti, Bandung
Ditjen POM., 1995, Farmaope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
ISO.  International Standart Operational. 2005. ISO/IEC 17025 (Versi Bahasa Indonesia) Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Khopkar S.M, 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI, Jakarta.
Lindsay, E., 2007, Pengantar Six Sigma, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Saidah, R., 2007, Pemastian Mutu Obat Komponendium Pedoman dan Bahan Terkait Vol 2, EGC, Jakarta
Vogel, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Buku kedokteran, Jakarta.



















Skema Kerja
1. kalibrasi skala absorbansi
Larutan kalium bikromat 0,0065% b/v dalam
H2SO4 0,005 M
 
Penentuan absorbansi larutan pada ƛ maks (nm)
235,257,313 dan 350

Hitunglah nilai
2. Penentuan Resolusi (daya pisah) spektrofotometer
Dilakukan pengujian dengan larutan toluen 0,02% b/v
dalam heksan

dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang’gelombang
266 nm dan 269 nm
3. Penentuan adanya sesatan sinar
dilakukan pengujian nilai larutan KCl 1,2%
b/v dengan aquadest

terhadap blanko air pada panjang gelombang 200 nm
4. Penentuan bobot konstan bahan obat
Ditmbang seksama lebih kurang 500 mg bahan obat yang telah dikeringkan dalam wadah cawan penguap yang bobotnya telah dikalibrasi

Kemudian dikeringkan pada suhu 1050 selama 1 jam dalam oven

 


Setelah itu didinginkan dalam esikator

Ditimbang kembali bobotnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar