BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat
ini zaman telah berkembang dengan pesat, perkembangan ini meliputi hampir
segala aspek kehidupan dan salah satunya yaitu kemajuan dalam bidang
kefarmasian. Kemajuan dalam bidang farmasi dapat dilihat dari kemajuan metode-metode
yang digunakan dalam mendukung sistem kerja seorang farmasi dalam laboratorium.
Sediaan
farmasi yang beredar di pasaran kebanyakan berupa campuran berbagai zat
berkhasiat. Campuran ini bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dan kemudahan
dalam pemakaian salah satu campuran zat aktif yang sering digunakan adalah
paracetamol dan kafein yang berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik.
Seorang
farmasisi dituntut untuk dapat membuat obat dan menganalisanya, untuk
menganalisa obat apakah obat tersebut telah memenuhi standar obat yang baik
perlu didukung oleh alat dan metode yang memiliki sensitifitas yang baik pula.
Namun
setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian yang perlu diperhatikan ketika
hendak dipilih sebagai metode untuk menganalisis dan menetap kadar suatu obat.
Adapun senyawa yang akan di analisa yaitu parasetamol, parasetamol adalah
metabolit fenasetin dengan efek analgetik ringan, sampai sendang, dan
antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Salah
satu alat yang digunakan dalam analisis instrumen pada prakteknya antara lain
spektrofotometer. Sesuai dengan namanya spektrofotometer terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Metode analisis dengan alat ini disebut juga
spektrofotometri karena menggunakan bantuan cahaya dan pelaksanaannya. Maka
dari itu dilakukan penetapan kadar dari campuran paracetamol da kafein.
1.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini yaitu untuk
mengetahui dan memahami cara
penetapan kadar secara multikomponen campuran parasetamol dan kafein secara
spektrofotometer ultraviolet.
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan
dalam praktikum ini adalah untuk menentukan kadar multikomponen campuran
paracetamol, dan kafein secara spektrofotometri ultraviolet.
BAB
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Spektorofotometri sesuai dengan namanya adalah alat
terdiri dari spektro dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy secara relative jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang
gelombang (Ganjar, 2007).
Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah
panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer
filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu (Ganjar, 2007).
Spektrofotometri UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah
salah satu dari sekian banyak instrument yang biasa digunakan dalam menganalisa
suatu senyawa kimia. Spektrofotmeter umum digunakan karena kemampuannya dalam
menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preprasi
sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (Herlina, 2008).
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran serapan cahaya
di daerah ultraviolet (200-350 nm) dan sinar tampak (350-800 nm)oleh suatu
senyawa. Seapan cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik,
yaitu promosi electron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi lebih
tinggi (Herlina, 2008).
Spektofotometri ultraviolet dan cahaya tampak berguna
pada penentuan struktur molekul organic dan pada analisa kuantitatif. Spektrum
elektron suatu molekul adalah hasil transmisi antara dua tingkat energi
electron pada molekul tersebut (Creswell, 2005).
Panjang gelombang cahaya UV-VIS dan sinar tampak jauh
lebih pendek dari pada panjang gelombang ini adalah monokromotor (1 nm = 10-7
cm). spektrum tampak sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah) sedangkan
spektrum UV adalah 100-400 nm (Day and Underwood, 2002).
Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam analisis
spektrofotometri UV-VIS terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang
akan dianalisis dengan senyawa spektrofotometri visible karena senyawa tersebut
harus diubah menjadi senyawa yang berwarna pembentukan molekul yang
dianalisis tidak menyerap pada daerah
tersebut (Ibnu Ghalib, 20012).
Parasetamol dan ibuprofen merupakan
contoh obat golongan analgesik non opioid yang termasuk dalam daftar obat
esensial nasional (Departemen Kesehatan RI, 2008). Komposisi lebih dari satu
macam bahan obat tersebut dimaksudkan agar efek terapi kombinasi obat tersebut
menjadi lebih baik atau sesuai yang diharapkan dan diharapkan juga efek samping
yang dihasilkan akan berkurang. Parasetamol di kenal dengan nama lain
asetaminofen merupakan turunan para aminofenol yang memiliki efek analgesik
serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga
berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek antiinflamasinya sangat lemah,
oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antirematik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Penggunaan
parasetamol mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan derivat asam
salisilat yaitu tidak ada efek iritasi lambung, gangguan pernafasan, gangguan keseimbangan asam basa. Di Indonesia
penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan
penggunaan asam salisilat (Gunawan, 2007).
Parasetamol merupakan metabolit henasen dengan efek
antipiuretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzena dengan efek analgetik
parasetamol menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek
antiinflamasi sangat lemah. Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan
masa penuh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma 25%. Parasetamol terikat plasma.
Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom di hati (Sulistia, 2007).
Dilihat
dari strukturnya, parasetamol mem-punyai gugus kromofor dan ausokrom, yang
dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan de-ngan metode
spektrofotometri, tetapi kendala yang sering dijumpai adalah terjadinya tumpang
tindih spektra (overlapping) karena keduanya memiliki serapan maksimum
pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga diperlukan proses pe-misahan
terlebih dahulu (Patramurti, 2006).
Parasetamol merupakan metabolit henasen dengan efek
antipiuretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzena dengan efek analgetik
parasetamol menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.Efek
antiinflamasi sangat lemah.Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan
masa penuh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma 25%.Parasetamol terikat
plasma.Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom di hati (Gunawan, 2007).
Kafein adalah suatu jenis diuretik (zat yang menstimulasi
kencing) dan menyebabkan peningkatan sekresi vitamin B dan C. Kafein dapat
merangsang hormon stress dan denyut jantung serta eningkatkan tekanan darah
(Syamsun, 2005).
Kafein dengan daya vasokonstriksi sering kali ditambahkan
pada parasetamol dan asetasol untuk memperkuat daya kerjanya (Tjay, 2007).
Kebiasaan
mengkonsumsi kafein dalam kehidupan sehari-hari akan terjadi interaksi obat
jika dikonsumsi bersama parasetamol. Interaksi obat bisa terjadi jika digunakan
bersamaan atau hampir bersamaan dengan dua macam obat atau lebih. Interaksi
obat bisa memberi efek yang menguntungkan tetapi bisa juga menimbulkan efek
yang merugikan atau membahayakan (Gapar, 2003).
2.2
Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi :
AQUA DESTILLATA
Nama
Lain :
Aquadest, air suling
Rumus Molekul :
H2O
Berat Molekul :18,02
Rumus Struktur :
H-O-H
Pemerian : Cairan
tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa
Kelarutan :
Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan :
Zat pelarut
2. Natrium
Hidroksida ( Ditjen
POM 1979 : 412)
Nama Resmi : NATRII HIYDROKSYDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM :
NaOH/40
Rumus Struktur : Na-OH
Pemerian : Bentuk
batang, butiran, massa hablur atau keping,keras,rapuh dan menunjukkan,susunan hablur,putih,mudah melelh,dengan basah,sangat alkalis dan
korosif.Segera menyerap karbon dioksida
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air,
membentuk cairan jernih tidak
berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai pereaksi
3.
Kafein (Dirjen POM, 1979; 175)
Nama Resmi :
CAFFEINUM
Nama
Lain : Kafeina
Rumus Molekul :
C8H10N4O2
Berat Molekul :194,19
Pemerian
: serbuk atau
hablur berbentuk jarum, mengkilat, menggupal tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan :
agak sukar Larut dalam air , mudah larut dlam etanol 95%, larut dalam eter P
Kegunaan :
sebagai sampel
4.
Parasetamol (FI III: 37)
Nama
Resmi :
ACETAMINOPHENUM
Nama
Lain :
Asetamiofen/Parasetamol
Rumus
Molekul : C8H9NO2
Berat
Molekul : 151,16
Rumus
Struktur
Pemerian : Hablur atau
serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa
pahit
Kelarutan : Larut dalam 70
bagian air, dalam 7
bagian etanol
(95%) P, dalam 13
bagian aseton P,
dalam 40 bagian
gliserol P dan
dalam 9 bagian
propilenglikol P;
larut dalam larutan
alkali
hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
baik, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Analgetikum;
antipiretikum
2.3 Prosedur Keja (Anonim, 2015)
1. Pembuatan
larutan standar
Timbang
seksama bahan obat murni yang telah dikeringkan pada suhu 105o
selama 1 jam masing-masing : 100,0 mg parassetamol dan 50,0 mg kafeina dan
secara terpisah dilarutkan dengan larutan Naoh 0,1 N dalam labu takar sampai
500 ml. diperoleh stok dengan konsentrasi parasetamol 200 ppm dan kafeina 100
ppm.
2.
Penentuan Spektrum Absorpsi
Buat
masing-masing larutan sstandar 10 ppm dan masukkan kedalam kuvet (sel sampel)
dan kuvet yang lain berisi pelarut tanpa bahan obat (sel blanko). Selanjutnya,
ukur absorbsi masing-masing sampel (parasetamol dan kafeina) relatif terhdadap
sel blanko menggunakan spektrofotometer di daerah radiasi ultraviolet dengan
mencatat pembacaan setiap interval 10 nm, dimulai dari 220 nm sampai 350 nm.
Pada sekitar absorbansi optimal lakukan pengukuran pada interval 2 nm.
Buatlah
garis spektrum pada kertas grafik dengan memplot harga absorbansi (sebagai
ordinat) terhadap panjang gelombang (sebagai, absis), dan tentukan panjang
gelombang maksimum tiap komponen sampel (parasetamol dan kafeina).
3.
Penentuan absoptivitas jenis (α)dari larutan standar
Pipet
masing-masing sejumlah volume larutan stok kedalam labu takar yang volume sesuai untuk membuat
deret konsentrasi standar 4,6,8,10 ppm dari parasetamol pada tabel berikut :
Konsentrasi Standar (ppm)
|
Parasetamol (X)
|
Kafeina (Y)
|
||
A pada ᴧmaks 1
|
A pada ᴧmaks 2
|
A pada ᴧmaks 1
|
A pada ᴧmaks 2
|
|
4
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
10
|
|
|
|
|
Rata2 A/C =α
|
αX1
|
αX2
|
αY1
|
αY2
|
4. Penentapan Kadar Parasetamol dan Kafeina Dalam Sediaan
Timbang seksama sebanyak 5 buah tablet yang mengandung parsetamol
dan kafeina, hitung rerata tiap tablet, kemudian diserbuk. Selanjutnya
ditimbang seksama lebih kurang 150 mg serbuk tablet yang telah dikeringkan 105o
selama 1 jam. Larutkan serbuk sampel dengan larutan NaOH 0,1 N ke dalam labu
takar 500 ml sampai tanda batas.
Pipet 5 ml larutan tersebu dan encerkan dengan larutan NaOH 0,1 N
sampai 100 ml dalam labu ukur. Selanjutnya, ukur absorbansi dengan
spektrofotometer pada ᴧmaks 1 dan pada ᴧmaks 2
relatif terhadap sel blangko.
Tentukan
persen kadar masing-masing komponen dalam sediaan tablet (parasetamol dan
kafeina) dengan menggunakan persamaan penetapan kadar obat secara
multikomponen.
BAB 3 METODE KERJA
3.1
Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada saat
praktikum, yaitu spektrofotometer UV-Vis, labu takar 25,50,100,500 ml, pipet
volum 1,2,3,dan 5 ml, gelas piala, erlenmeyer, corong penyaringa, timbangan
analitik, batang pengaduk.
3.2
Bahan Praktikum
Adapun
bahan yang digunakan pada saat praktkum, yaitu aquadest, sediaan tablet
(panadol extra), bahan obat murni (parasetamol dan kofein), larutan NaOH 0,1 N,
kertas saring, kertas timbang, sendok tanduk.
3.3
Cara Kerja
1. Pembuatan
Larutan Standar
a) Di
timbang seksama bahan obat parasetamol 200 mg dan kafeina 100 mg yang telah
dikeringkan pada suhu 105oC selama 1 jam.
b) Di
larutkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu takar.
c) Diencerkan dengan aquades sampai 500 ml
(larutan stock 200 ppm dan 100 ppm)
2. Penentuan
Spektrum Absorpsi (Panjang gelombang maksimum, λ maks)
a) Dipipet
5 ml larutan stock dan diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml dalam labu takar diperoleh
larutan standar 10 ppm.
b) Dimasukkan
larutan standar ke dalam kuvet (sel sampel) dan kuvet yang lain berisi pelarut
tanpa bahan obat (sel blakngko). Selanjutnya diukur absorbansi sel sampel
relative terhadap sel blangko menggunakan spektrofotometer di daerah radiasi
ultraviolet dengan mencatat pembacaan setiap interval 10 nm, dimulai dari 220
nm sampai 350 nm.
3. Penentuan
absortivitas jenis (a) dari larutan
standar
a) Di
siapkan lima macam deret konsentrasi masing-masing 4,6,8, dan 10 dari larutan stock dan ditentukan
absorbansinya pada λ maks yang telah ditentukan sebelumya.
b) Dibuat
tentukan absorbansi dan panjang gelombang maksimal.
4. Penetuan
Kadar Parasetamol dan Kafein dalam
Sediaan Tablet
a) Di
timbang sebanyak 5 tablet
yang mengandung obat parasetamol dan kafeina, dihitung berat rata-rata kemudian digerus halus.
b) Serbuk ditimbang sebanyak 150 mg
c) Dikeringkan pada suhu 1050C selama 1 jam
kemudian di eksikator
d) Ditimbang serbuk yang telah dikeringkan sebanyak 1,5 mg.
e) Di
larutkan dengan
larutan NaOH 0,1 N dalam labu takar
100 ml sampai batas tanda.
f) Di
ukur nilai absorbansi pada spektrofotometri.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a) Kurva baku larutan standar
Konsentrasi Standar (ppm)
|
Parasetamol (X)
|
Kafeina (Y)
|
||
A pada ᴧmaks 1
|
A pada ᴧmaks 2
|
A pada ᴧmaks 1
|
A pada ᴧmaks 2
|
|
4
|
0,435
|
0,347
|
0,192
|
0,105
|
6
|
0,471
|
0,369
|
0,270
|
0,149
|
8
|
0,636
|
0,496
|
0,359
|
0,204
|
10
|
0,708
|
0,549
|
0,445
|
0,248
|
Rata2 A/C =α
|
αX1
|
αX2
|
αY1
|
αY2
|
b) Absorbansi sampel
Absorbansi Sampel
|
Absorbansi
|
|
Paracetamol
|
Kafein
|
|
Poldanmig
|
0,552
|
0,446
|
Paramex
|
0,877
|
0,769
|
Panadol extra
|
0,784
|
0,646
|
4.2 Pembahasan
Sediaan multikomponen merupakan sediaan yang terdiri dari
dua atau lebih zat aktif untuk mendapatkan efek terapi yang lebih baik dan penggunaannya lebih efisien. Banyak sediaan
yang beredar dipasaran yang bersifat multikomponen contohnya panadol.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar
multikomponen campuran paracetamol,
dan kafein dalam suatu sediaan obat dengan
menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Paracetamol merupakan salah satu obat yang
diguanakan sebagai obat antipiretik dan
analgesik.
Adapun hasil yang diperoleh, yaitu kadar parasetamol dalam sediaan tablet paraamex adalah dan kafein
114,46%. . Hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan
lietartur farmakope. Kadar
parasetamol dalam farmakope yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0%.
Gugus kromofor adalah senyawa organic yang
memiliki ikatan terkonjugasi. Gugus ausokrom adalah gugus yang mengandung
pasangan electron bebas yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor.
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, diketahui bahwa panjang gelombang
maksimum (λ maks) paracetamol 256,95
nm
dan kafeina 272,6 nm.
Berdasarkan hasil pengamatan pada paracetamol menunjukkan
peningkatan setiap absorbansi dan hampir membentuk garis linear yang sempurna
sedangkan pada kafein tetap menunjukkan peningkatan pada setiap absorbansi
namun peningkatannya tidak menujukkan garis linear. Hal ini mungkin disebabkan
kurang larutnya sediaan yang dibuat, kurang sterilnya sediaan dan kurang
telitinya dalam membuat larutannya.
Adapun alasan penambahan
pada NaOH
yaitu digunakan sebagai blanko, di mana blanko
digunakan untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analit. Kertas saring digunakan untuk menyaring
sampel saat dilakukan pengenceran.
Adapun alasan parasetamol dan kafein dapat dianalisis
dengan spektro UV–VIS ialah karena parasetamol memiliki gugus
autokrom (-OH) dan gugus kromofor (- CO) sehingga bisa menyerap sinar UV.
Begitu pula dengan kafein mampu menyerap sinar UV.
Alasan penyaringan dilakukan adalah untuk menghilangkan partikel padat atau
kotoran yang memungkinkan
mempengaruhi daya absorbansi sampel, kemudian kuvet yang digunakan harus
dipegang bagian buramnya bukan yang bening/transparan supaya bekas tangan pada
kuvet tdak mempengaruhi absorbansi dari sampel melalui kuvet sehingga proses
analisis sesuai.
Blanko adalah larutan yang mendapat perlakukan sama
dengan analat tetapi tidak mengandung komponen analat. Blanko dibuat untuk
mengetahui besarnya serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan analat, baik
hanya pelarut untuk melarutkan atau mengencerkan ataupun pelarut dan pereaksi
tertentu yang ditambahkan. Selisih nilai serapan analat (Aa) dengan nilai
serapan blanko (Ab) menunjukan serapan yang disebabkan oleh komponen alat.
Menggunakan spektrofotometer
UV-Vis adalah karena spektrofotometer merupakan instrument analisis yang tidak
rumit, selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya tinggi. Selain itu,
senyawa asetosal, parasetamol dan kofein yang akan dianalisis memiliki kromofor
pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan juga merupakan senyawa
aromatik karena memiliki gugus aromatik sehingga memenuhi syarat senyawa yang
dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
BAB
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
percobaan dapat kita simpulkan bahwa kadar parasetamol dalam sediaan tablet panadol ekstra adalah
dan kafein 114,46%. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan lietartur farmakope. Kadar parasetamol dalam farmakope yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
dan kafein 114,46%. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan lietartur farmakope. Kadar parasetamol dalam farmakope yaitu tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan
memahami prosedur kerja yang akan dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.,
2015, Penuntun Praktikum Analisis Instrumen (Analisis Kualitatif &
Kuantitatif), Fakultas Farmasi, Makassar.
Cresswell,
Clifford.J., 2005, Analisis Spektrum Senyawa Organik, Bandung, ITB.
Gandjar,
Ibnu Ghoib., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka pelajar
Gapar,
R.S. (2003). Interaksi Obat Beta-Blocker dengan Obat-obat lain. Medan: Bagian
Farmakologi FK USU.
Ghalib,
Ibnu Ganjar Dan Abdul Rahman., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta,
Pustaka Belajar.
Gunawan,
G., 2007., FarmakologidanTerapi., UI Press : Jakarta.
Herlina,
An., 2008, Spektrofotometri, Pengendalian Mutu Agroindustri-Program D4-PJJ.
Levent,
M., 2002, HPLC Method for the Analy-sis of Paracetamol, Caffeine and Dipyrone. TJC. 3 (1). [Serial on the internet].
[accessed 1 October 2010]; Available from: http://journals.
tubitak.gov.tr/chem/issues/kim-02-26-4/kim-26-4-8-0106-13.pdf
R.A.Day,
Dr Jan Dan Al. Underwood ., 2002, Analitik Kimia Kuantitatif, Jakarta,
Erlangga.
Syamsun, Arfi.,
2005., Metode Supernol Menaklukkan Stres., Hikmah : Jakarta.
LAMPIRAN SKEMA KERJA
1.
Pembuatan larutan standar
Timbang
seksama bahan obat murni yang telah dikeringkan pa
da
suhu 105o selama 1 jam (masing-masing
100,0 mg
parasetamol dan 50,0 mg
kafeina)
Secara terpisah dilarutkan dengan larutan Naoh
0,1 N dalam
labu takar sampai 500 ml.
Diperoleh stok dengan konsentrasi parasetamol
200 ppm dan
kafeina 100 ppm.
2.
Penentuan Spektrum Absorpsi
Buat masing-masing larutan
standar 10 ppm
Masukkan kedalam kuvet (sel sampel) dan kuvet
yang lain
berisi pelarut tanpa bahan
obat (sel blanko).
Selanjutnya,
ukur absorbsi masing-masing sampel (parasetamol
dan
kafeina) relatif terhdadap sel blanko menggunakan
spektrofotometer
di daerah radiasi ultraviolet dengan mencatat pembacaan setiap interval 10 nm,
dimulai dari 220 nm sampai
350 nm.
Pada
sekitar absorbansi optimal lakukan pengukuran pada
interval 2 nm.
Buatlah garis spektrum pada
kertas grafik dengan
memplot harga absorbansi
(sebagai ordinat) terhadap panjang gelombang (sebagai, absis).
Tentukan panjang gelombang maksimum tiap
komponen sampel (parasetamol dan kafeina).
3. Penentuan absoptivitas jenis (α)dari
larutan standar
Pipet
masing-masing sejumlah volume larutan stok kedalam
labu takar yang volume
sesuai
membuat
deret konsentrasi standar 4,6,8,10 ppm dari parasetamol
4. Penentapan Kadar Parasetamol dan Kafeina
Dalam Sediaan
Timbang seksama sebanyak 5 buah tablet yang mengandung
parsetamol dan kafeina, hitung rerata tiap
tablet, kemudian diserbuk.
Selanjutnya ditimbang seksama lebih kurang 150 mg serbuk
tablet yang
telah dikeringkan 105o selama 1 jam.
Larutkan serbuk sampel dengan larutan NaOH 0,1 N ke dalam
labu takar 500 ml sampai tanda batas.
Pipet 5 ml larutan tersebu dan encerkan dengan larutan NaOH
0,1 N sampai 100 ml dalam labu ukur.
Selanjutnya, ukur absorbansi dengan spektrofotometer pada
ᴧmaks 1 dan pada ᴧmaks
2 relatif terhadap sel blangko.
Tentukan
persen kadar masing-masing komponen dalam sediaan tablet (parasetamol dan
kafeina) dengan menggunakan persamaan penetapan kadar obat secara
multikomponen.
LAMPIRAN
Perhitungan
A1 = ax1 b Cx +
ay1 b Cy (λ pct)
0,784 = 0,08434.1.Cx
+ 0,04559.1.Cy
0,784 = 0,08434Cx +
0,04559Cy
A2 = ax2 b Cx +
ay2 b Cy (λ pct)
0,646 = 0,06628.1.Cx
+ 0,02534.1.Cy
0,646 = 0,06628Cx +
0,02534Cy
Dieliminasikan untuk
mendapat nilai Cx dan Cy
0,784 = 0,08434Cx +
0,04559Cy x 0,02534
0,646 = 0,06628Cx +
0,02534Cy
x
0,04559
0,01986656 = 0,0021371756Cx + 0,0011552506Cy
0,02945114 = 0,0030217052Cx + 0,0011552506Cy
-0.0958458 =
-0,0008845296Cx
Cx = 14,5111367669 ppm = 0,0145111368 mg/ml
Disubtitusikan
0,784 = 0,08434Cx + 0,04559Cy
0,784 = 0,08434 (0,0145111368) + 0,04559Cy
0,784 = 0,001223869278 + 0,04559Cy
0,78277613 = 0,04559Cy
Cy = 17,16990853 mg/ml
Fp = 150 100 ml
1 ml 100 ml
Fp =
Kak apa ini bisa diperbarui lagi karena foto perhitungannya tidak bisa terlihat...
BalasHapus